Minggu, 29 Mei 2011

Teori-Teori Belajar

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran Biologi yang dibimbing oleh Bapak Drs. Muh. Muttaqin


Disusun Oleh:
Nur Euis Istiqomah
208 203 952


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2009

TEORI-TEORI BELAJAR

A. Teori Belajar Menurut Brunner
Penemuan Jarome Brunner ini sangat menarik untuk dikaji lebih dalam bagaimana upaya Jerome Brunner untuk memperbaiki sistem pendidikan di Sekolah Dasar dan Menengah. Oleh karena itu, Jarome Bruner melihatnya sebagai proses pembentukan konsep dan proses penemuan.
Teori Belajar menurut Bruner Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak,serta untuk mengembangkan program pengajaran yang lebih efektif adalah dengan mengoordinasikan model penyajian bahan dengan cara di mana anak dapat mempelajari bahan itu sesuai dengan tingkat kemajuan anak, guru harus memberikan kesempatan kepada muridnya dalam menemukan arti bagi diri mereka sendiri dan mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti oleh mereka. Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif, dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan manapun.
Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak, Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan .
Perlu diketahui, tidak hanya itu saja namun dalam proses belajar juga ada empat tema pendidikan yang perlu diperhatikan yaitu: a) mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan, b) kesiapan (readiness) siswa untuk belajar, c) nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi, d) motivasi atau keinginan untuk belajar.siswa, dan guru untuk memotivasinya. Maka dalam pengajaran di sekolah Brunner mengajukan bahwa dalam pembelajaran hendaknya mencakup: a) Pengalaman-pengalaman Optimal untuk mau dan Dapat Belajar.
Pembelajaran dari segi siswa dalah membantu siswa dalam hal mencari alternative pemecahan masalah. Dalam mencari masalah melalui penyelidikan dan penemuan serta cara pemecahannya dibutuhkan adanya aktivitas, pemeliharaan dan pengarahan. Artinya bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu.
b) Penstrukturan Pengetahuan untuk Pemahaman Optimal.
Pembelajaran hendaknya dapat memberikan struktur yang jelas dari suatu pengetahuan yang dipelajari anak-anak. Dengan perkataan lain, anak dibimbing dalam memahami sesuatu dari yang paling khusus (deduktif) menuju yang paling kompleks (induktif), bukannya konsep yang lebih dahulu diajarkan, akan tetapi contoh-contoh kongkrit dari kejujuran itu sendiri. Bruner juga mengemukakan perlunya ada teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas. Misalnya teori belajar yang memprediksikan berapa usia maksimum seorang anak untuk belajar penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara-cara mengajarkan materi penjumlahan. Oleh karena itu, Burnner mengkaitkan pembelajaran dengan tahap-tahap perkembangan mental yaitu :
 Peringkat ikonik 2 – 4 tahun
 Peringkat enaktif 0 – 2 tahun
 Peringkat simbolik 5 – 7 tahun.
Selain itu, Brunner juga mengemukakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi kesempatan kepada anak untuk menemukan sesuatu aturan melalui contoh-contoh yang digambarkan atau yang menjadi sumbernya. Untuk lebih jelasnya, Brunner menemukan proses pembelajaran tersebut melalui guru, guru memperkenalkan satu fenomena dengan beberapa cara yaitu :
 Siasatan, menghendaki pelajar menyiasat bagaimana fenomena itu berlaku atau kajian dibuat dari beberapa sumber, seperti: buku di perustakaan, perbincangan dengan kawan, perbincangan dengan guru, pemerhatian.
 Guru berbincang bersama pelajar di dalam kelas setelah membuat uji kajian jawaban yang diperoleh.
 Dalam teorinya Burnner juga mengemukakan bentuk hadiah atau pujian dan hukuman perlu dipikirkan cara penggunaannya dalam proses belajar mengajar. Sebab Ia mengakui bahwa suatu ketika hadiah ekstrinsik, bisa berubah menjadi dorongan bersifat intrinsik.Demikian juga pujian dan guru dapat menjadi dorongan yang bersifat ekstrinsik, dan keberhasilan memecahkan masalah menjadi dorongan yang bersifat intrinsik. Tujuan pembelajaran adalah menjadikan siswa merasa puas.
Kesimpulan dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak,serta untuk mengembangkan program pengajaran yang lebih efektif adalah dengan mengoordinasikan model penyajian bahan dengan cara di mana anak dapat mempelajari bahan itu sesuai dengan tingkat kemajuan anak, dan guru harus memberikan kesempatan kepada muridnya dalam menemukan arti bagi diri mereka sendiri dan mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti oleh mereka.
Berdasarkan uraian di atas teori belajar Bruner, dapat disimpulkan bahwa dalam proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat siswa. Dan cara mengatur kegiatan kognitif dengan menggunakan sistematika alur piker dan sistematik proses belajar itu sendiri. Orang yang menggunakan alur pikir dalam pemecahan masalah, Ia akan berfikir sistematis dan dapat mengkontrol kegiatan kognitifnya, sehingga pembelajaran akan lebih efisien.



B. Teori Belajar Menurut Ausubel
Menurut Ausubel dalam (Dahar, 1988: 134) belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi disajikan pada siswa, melalui penemuan atau penerimaan. Belajar penerimaan menyajikan materi dalam bentuk final, dan belajar penemuan mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang diajarkan. Dimensi kedua berkaitan dengan bagaimana cara siswa dapat mengaitkan informasi atau materi pelajaran pada struktur kognitif yang telah dimilikinya, ini berarti belajar bermakna. Akan tetapi jika siswa hanya mencoba-coba menghapal informasi baru tanpa menghubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, maka dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif itu; demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar dan retensi.
Prinsip-prinsip pembelajaran :
a) Pengaturan awal
Pengaturan awal dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya.
b) Deferensiasi progresif.
Dalam proses belajar bermakna perlua ada pengmbangan dan evaluasi konsep-konsep. Caranya, unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan dahulu kemudian baru yang lebih mendetail, berarti pembelajaran dari umum ke kuhsus.

c) Belajar super ordinat
Adalah proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut.
d) Penyesuaian integrative.

C. Teori Belajar Menurut Piaget
Menurut Piaget perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa besar anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip Piaget dalam pengajaran diterapkan dalam program-program yang menekankan; pertama, pembelajaran melalui penemuan dan pengalaman-pengalaman nyata dan pemanipulasian langsung alat, bahan, atau media belajar yang lain. Kedua, peranan guru sebagai seseorang yang mempersiapkan lingkungan yang memungkinkan siswa dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar yang luas.
Perkembangan kognitif bukan merupakan akumulasi dari kepingan informasi yang terpisah, namun lebih merupakan pengkonstruksian oleh siswa suatu kerangka mental untuk memahami lingkungan mereka. Guru seharusnya menyediakan diri sebagai model dengan cara memecahkan masalah tersebut dan membicarakan hubungan antara tindakan dan hasil. Guru seharusnya hadir sebagai nara sumber, dan seharusnya bukan menjadi penguasa kelas yang memaksakan jawaban yang benar. Siswa harus bebas membangun pemahaman mereka sendiri. Pendidik juga harus belajar dari siswa. Mengamati siswa selama aktivitas meraka dan mendengarkan secara seksama pertanyaan mereka yang banyak mengungkapkan minat dan tingkat belajar mereka. Solusi siswa terhadap masalah dan pertanyaan mereka mencerminkan pandangan mereka.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

D. Teori Belajar Menurut Gagne
Teori belajar menurut Gagne adalah bahwa belajar bukanlah sesuatu yang terjadi secara alamiah, tetapi hanya akan terjadi dengan adanya kondisi-kondisi tertentu, yaitu kondisi (1) internal, yang menyangkut kesiapan siswa dan apa yang telah dipelajari sebelumnya dan (2) eksternal, yang merupakan situasi belajar dan penyajian stimuli yang secara sengaja diatur oleh guru dengan tujuan memperlancar proses belajar. (Sutikno Sobri, 2007;12).
Komponen-komponen dalam proses belajar menurut Gagne (1970) dapat digambarkan sebagai stimulus (S)-----Respon). S yaitu situasi yang memberi stimulus sedangkan R adalah Respons atau stimulus itu, dan garis diantaranya adalah hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi dalam diri seseorang yang tidak dapat kita amati. Yang bertalian sistem alat syaraf dimana terjadi transformasi perangsang yang diterima melalui alat indra. Stimulus itu merupakan input yang ada diluar individu, sedangkan respons adalah outputnya, yang juga ada diluar individu sebagai hasil belajar yang diamati (Nasution, 2000: 136).

Analisis Teori Belajar
Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Namun teori belajar ini tidak-lah semudah yang dikira, dalam prosesnya teori belajar ini membutuhkan berbagai sumber sarana yang dapat menunjang, seperti : lingkungan siswa, kondisi psikologi siswa, perbedaan tingkat kecerdasan siswa. Semua unsur ini dapat dijadikan bahan acuan untuk menciptakan suatu model teori belajar yang dianggap cocok, tidak perlu terpaku dengan kurikulum yang ada asalkan tujuan dari teori belajar ini sama dengan tujuan pendidikan.
Menurut kelompok kami teori belajar yang paling tepat adalah teori belajar Gagne, adalah belajar bukanlah sesuatu yang terjadi secara alamiah, tetapi hanya akan terjadi dengan adanya kondisi-kondisi tertentu, yaitu kondisi (1) internal, yang menyangkut kesiapan siswa dan apa yang telah dipelajari sebelumnya dan (2) eksternal, yang merupakan situasi belajar dan penyajian stimulus yang secara sengaja diatur oleh guru dengan tujuan memperlancar proses belajar. Selain itu, Gagne menjelaskan tiga hal, yaitu taksonomi hasil belajar, kondisi belajar khusus, dan sembilan peristiwa pembelajaran.
Gagne mengkategorikan taksonomi hasil belajar dalam lima komponen, yaitu: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motorik. Ia mengatakan, hal tersebut dikarenakan atas asumsi bahwa hasil belajar yang berbeda tersebut memerlukan kondisi belajar yang berbeda pula. Artinya begini, untuk membangun strategi kognitif siswa memerlukan kondisi berbeda dengan ketika kita ingin membangun sikap atau keterampilan motorik. Taksonomi yang dibuat oleh Gagne ini adalah taksonomi hasil belajar pertama.
Hal kedua dari teorinya Gagne adalah kondisi belajar khusus (specifik learning condition). Ia menekankan bahwa sangatlah penting untuk mengkategorisasikan tujuan pembelajaran sesuai dengan tipe hasil belajar, alias taksonomi seperti dijelaskan di atas. Dengan cara seperti ini guru/tutor/dosen dapat merancang pembelajarannya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Ia juga menekankan bahwa untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, harus sangat-sangat memperhatikan kondisi khusus (critical condition) yang harus disiapkan untuk mencapai itu. Misal, jika tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah mengingat sejumlah kosa kata, katakanlah maka kita harus menyiapkan kondisi khusus yaitu berupa petunjuk (cues) atau tips alias trik tertentu, sehingga siswa bisa mengingat dan memahaminya.

Hal ketiga adalah sembilan peristiwa pembelajaran, yaitu:
1. Gaining Attention; yaitu upaya tata cara kita untuk meraih perhatian siswa.
2. Informing learner of the objectives; memberitahukan siswa tujuan pembelajaran yang akan mereka capai/peroleh;
3. Stimulating recall of prior learning; guru biasa menyebutnya dengan appersepsi, yaitu merangsang siswa untuk mengingat pelajaran terkait sebelumnya dan menghubungkannya dengan apa yang akan dipelajari berikutnya;
4. Presenting stimulus; setelah itu mulailah dengan menyajikan stimulus;
5. Providing learning guidance; berikan bimbingan belajar;
6. Eliciting performance; tingkatkan kinerja;
7. Providing feed back; alias berikan umpan balik;
8. Assessing performance; ukur capaian hasil belajar mereka;
9. Enhancing retention and transfer; tingkatkan capaian hasil belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan untuk dicapai.

REFERENSI

 Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
 Sutikno, Sobri. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Project
 http://teoripembelajaran.blogspot.com/2008/04/pembelajaran-menurut-aliran-kognitif-ja.html
 http://teoripembelajaran.blogspot.com/2008/04/teori-belajar-kognitif.html
 http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/teori-belajar-bermakna-menurut-ausubel.html
 http://id.wikipedia.org/wiki/Jean_Piaget

Tidak ada komentar:

Posting Komentar