Sabtu, 28 Mei 2011

Komponen-komponen Perencanaan Pembelajaran

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan Pembelajaran Biologi yang dibimbing oleh Bapak Drs. Muh. Muttaqin

Disusun Oleh:
Nur Euis Istiqomah
208 203 952



FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2010

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah swt. Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad saw, yang telah membawa kita kepada gerbang keselamatan. Kami membuat makalah ini bertujuan agar pembaca semua bisa memahami materi yang akan kami tuangkan dalam sebuah diskusi, yang membahas tentang “Konsep-konsep Perencanaan Pembelajaran”.
Semoga apa yang telah kami lakukan bisa bermanfaat umumnya bagi pembaca khususnya bagi kami sebagai penulis, dan tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memebantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini kami buat dengan semaksimal mungkin, dan apabila dalam pembuatan makalah ini ada kekeliruan, kami mohon pembaca dapat memakluminya dan semoga untuk kedepannya kami bisa lebih baik dalam pembuatan makalah-makalah yang lainnya. Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.


Bandung, Maret 2010

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Pengertian Perencanaan Pembelajaran 2
B. Komponen-komponen Perencanaan Pembelajaran 3
BAB III SIMPULAN 13
DAFTAR PUSTAKA 14




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyusunan program pembelajaran akan bermuara pada persiapan mengajar, sebagai produk program pembelajaran jangka pendek yang mencakup komponen kegiatan belajar dan proses pelaksanaan program.
Cynthia dalam Mulyasa (2004:82) mengemukakan bahwa, proses pembelajaran yang dimulai dengan fase persiapan mengajar ketika kompetensi dan metodologi telah diidentifikasi, akan membantu guru dalam mengorganisasikan materi standar serta mengantisipasi peserta didik dan masalah-masalah yang mungkin timbul dalam pembelajaran. Sebaliknya, tanpa persiapan mengajar, seorang guru akan mengalami hambatan dalam proses pembelajaran yang dilakukannya. Hal ini senada juga dikemukakan oleh Joseph dan Leonard (1982:20) bahwa: “Teaching without adequate written planning is sloppy and almost always ineffective, because the teacher has not thought out exactly what to do and how to do it.”

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian perencanaan pembelajaran?
2. Sebutkan apa saja komponen-komponen pembelajaran?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari perencanaan pembelajaran;
2. Mengetahui apa saja yang termasuk ke dalam komponen-komponen pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN


A. PENGERTIAN PERENCANAAN PEMBELAJARAN
Perencanaan adalah menyusun langkah-langkah yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan. Namun lebih utama adalah perencanaan yang dibuat harus dapat dilaksanakan dengan mudah dan tepat sasaran.
Perencanaan merupakan suatu cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tesebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid.
Secara umum pembelajaran merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam perilaku sebagai hasil interaksi antara dirinya dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sedangkan definisi utuh mengenai perencanaan pembelajaran adalah proses membantu guru secara sistematik dan menganalisis kebutuhan pelajar dan menyusun kemungkinan yang berhubungan dengan kebutuhan.
Perencanaan pembelajaran adalah rencana yang dibuat oleh guru untuk memproyeksikan kegiatan apa yang akan dilakukan oleh guru dan anak agar tujuan dapat tercapai.
Perencanaan pembelajaran mengandung komponen-komponen yang ditata secara sistematis dimana komponen-komponen tersebut saling berhubungan dan saling ketergantungan satu sama lain.
B. KOMPONEN - KOMPONEN PERENCANAAN PEM-BELAJARAN
Rencana pembelajaran yang baik menurut Gagne dan Briggs (1974) hendaknya mengandung tiga komponen yang di sebut anchor point, yaitu: 1) tujuan pengajaran; 2) materi pelajaran/bahan ajar, pendekatan dan metode mengajar, media pengajaran dan pengalaman belajar; dan 3) evaluasi keberhasilan. Hal ini sesuai dengan pendapat Kenneth D.Moore ( 2001:126 ) bahwa komposisi format rencana pembelajaran meliputi komponen:
1. Tujuan
2. Materi
3. Kegiatan belajar mengajar
4. Media dan sumber belajar
5. Evaluasi
1) Tujuan
Tujuan merupakan suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan pembelajaran. Tidak ada suatu pembelajaran yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal itu merupakan suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan arah, target akhir dan prosedur yang dilakukan.
Tujuan mempunyai jenjang dari yang luas atau umum sampai kepada yang sempit/khusus. Semua tujuan itu berhubungan antara satu dengan yang lainnya, dan tujuan di atasnya. Bila tujuan terendah tidak tercapai, maka tujuan di atasnya tidak tercapai pula. Hal ini disebabkan pula tujuan itu beriktnya merupakan turunan dari tujuan sebelumnya. Oleh karena iu, aspek tujuan pembelajaran merupakan yang paling utama, yang harus di rumuskan secara jelas dan spesifik karena menentukan arah.
Tujuan-tujuan pembelajaran harus berpusat pada perubahan perilaku siswa yang di inginkan, dan karenanya harus di rumuskan secara operasional, dapat diukur dan dapat diamati ketercapaiannya.
Salah satu sumbangan terbesar dari aliran psikologi behaviorisme terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya memiliki tujuan. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Preparing Instruction Objective. Sejak pada tahun 1970 hingga sekarang penerapannya semakin meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia.
Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington (1984) bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Sementara itu, Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran .
Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa : (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan).
Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian.
Dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa.
2) Materi
Materi pelajaran merupakan unsure belajar yang penting mendapam tperhatian oleh guru. Materi pelajaran merupakan medium untuk mencapai tujuan pembelajaran yang” dikonsumsi” oleh siswa. Karena itu, penentuan materi pelajaran mesti berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, dalam hal ini adalah hasil-hasil yang diharapakan misalnya berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, dan pengalaman lainnya.
Materi pelajaran yang diterima siswa harus mampu merespons setiap perubahan dan mengantisipasi setiap perkembangan yang akan terjadi di masa depan.
Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai.
Termasuk jenis materi fakta adalah nama-nama obyek, peristiwa sejarah, lambang, nama tempat, nama orang, dsb. (Ibu kota Negara RI adalah Jakart; Negara RI merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945). Termasuk materi konsep adalah pengertian, definisi, ciri khusus, komponen atau bagian suatu obyek (Contoh kursi adalah tempat duduk berkaki empat, ada sandaran dan lengan-lengannya).
Termasuk materi prinsip adalah dalil, rumus, adagium, postulat, teorema, atau hubungan antar konsep yang menggambarkan “jika..maka….”, misalnya “Jika logam dipanasi maka akan memuai”, rumus menghitung luas bujur sangkar adalah sisi kali sisi.
Materi jenis prosedur adalah materi yang berkenaan dengan langkah-langkah secara sistematis atau berurutan dalam mengerjakan suatu tugas. Misalnya langkah-langkah mengoperasikan peralatan mikroskup, cara menyetel televisi. Materi jenis sikap (afektif) adalah materi yang berkenaan dengan sikap atau nilai, misalnya nilai kejujuran, kasih sayang, tolong-menolong, semangat dan minat belajar, semangat bekerja, dsb.
Untuk membantu memudahkan memahami keempat jenis materi pembelajaran aspek kognitif tersebut, perhatikan tabel di bawah ini.
Ditinjau dari pihak guru, materi pembelajaran itu harus diajarkan atau disampaikan dalam kegiatan pembelajran. Ditinjau dari pihak siswa bahan ajar itu harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dinilai dengan menggunakan instrumen penilaian yang disusun berdasar indikator pencapaian belajar.
3) Kegiatan belajar mengajar
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan siswa terlibat dalam sebuah interaksi dalam materi pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi itu siswalah yang lebih aktif bukan guru. keaktifan siswa tentu mencakup kegiatan fisik dan mental, individual dan kelompok. Oleh karena itu interaksi dikatakan maksimal bila terjadi antara guru dengan semua siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan siswa, siswa dengan materi pelajaran dan media pembelajaran, bahkan siswa dengan dirinya sendiri, namun tetap dalam kerangka mencapai tujuan yang telah di tetapkan bersama.
Agar memperoleh hasil optimal, sebaiknya guru memperhatikan perbedaan individual siswa, baik aspek biologis, intelektual, dan psikologis. Ketiga aspek ini diharapkan memberikan informasi kepada guru, bahwa setiap siswa dapat mencapai prestasi belajar yang optimal, sekalipun dalam tempo yang berlainan.
Guru harus mampu membangun suasana belajar yang kondusif sehingga siswa mampu belajar mandiri. Guru juga harus mampu menjadikan proses pembelajaran sebagai salah satu sumber yang penting dalam kegiatan eksplorasi.
4) Media dan sumber belajar
Istilah media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari medium. Secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Pengertian umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi.
Media menurut AECT adalah segala sesuatu yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan. Sedangkan gagne mengartikan media sebagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang mereka untuk belajar. Briggs mengartikan media sebagai alat untuk memberikan perangsang bagi siswa agar terjadi proses belajar
Istilah pembelajaran lebih menggambarkan usaha guru untuk membuat belajar para siswanya. Kegiatan pembelajaran tidak akan berarti jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada para siswanya. Kegiatan belajar hanya akan berhasil jika si belajar secara aktif mengalami sendiri proses belajar. Seorang guru tidak dapat mewakili belajar siswanya. Seorang siswa belum dapat dikatakan telah belajar hanya karena ia sedang berada dalam satu ruangan dengan guru yang sedang mengajar.
Pekerjaan mengajar tidak selalu harus diartikan sebagai kegiatan menyajikan materi pelajaran. Meskipun penyajian materi pelajaran memang merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran, tetapi bukanlah satu-satunya. Masih banyak cara lain yang dapat dilakukan guru untuk membuat siswa belajar. Peran yang seharusnya dilakukan guru adalah mengusahakan agar setiap siswa dapat berinteraksi secara aktif dengan berbagai sumber balajar yang ada.
Media pembelajaran adalah media yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa). Sebagai penyaji dan penyalur pesan, media belajar dalam hal-hal tertentu bisa mewakili guru menyajiakan informasi belajar kepada siswa. Jika program media itu didesain dan dikembangkan secara baik, maka fungsi itu akan dapat diperankan oleh media meskipun tanpa keberadaan guru.
Peranan media yang semakin meningkat sering menimbulkan kekhawatiran pada guru. Namun sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi, masih banyak tugas guru yang lain seperti: memberikan perhatian dan bimbingan secara individual kepada siswa yang selama ini kurang mendapat perhatian. Kondisi ini akan teus terjadi selama guru menganggap dirinya merupakan sumber belajar satu-satunya bagi siswa. Jika guru memanfaatkan berbagai media pembelajaran secara baik, guru dapat berbagi peran dengan media. Peran guru akan lebih mengarah sebagai manajer pembelajaran dan bertanggung jawab menciptakan kondisi sedemikian rupa agar siswa dapat belajar. Untuk itu guru lebih berfungsi sebagai penasehat, pembimbing, motivator dan fasilitator dalam Kegiatan Belajar mengajar.
Media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dawyer (1967) berpendapat bahwa belajar yang sempurna hanya dapat tercapai jika menggunakan bahan-bahan audio visual yang mendekati realitas.
Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat dimana materi pelajaran terdapat. Menurut Nasution (2000) sumber belajar dapat berasal dari masyarakat dan kebudayaannya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan siswa. Pemanfaantan sumber-sumber belajar tersebut tergantung pada kreatifitas guru, waktu, biaya serta kebijakan-kebijakan lainnya. Roestiyah N.K. (1989) mengatakan bahwa sumber-sumber belajar itu adalah:
Manusia (dalam keluarga, sekolah dan masyarakat);
Buku/perpustakaan;
Media massa(majalah, surat kabar, radio, tv dan lain-lain);
Lingkungan alam, social dan lain-lain;
Alat pelajaran (buku pelajaran, peta, gambar, kaset, tape, papan tulis, kapur, spidol dan lain-lain);
Museum (tempat penyimpanan benda-benda kuno).
5) Metode
Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah,maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Pengetahuan tentang metode-metode mengajar sangat di perlukan oleh para pendidik, sebab berhasil atau tidaknya siswa belajar sangat bergantung pada tepat atau tidaknya metode mengajar yang digunakan oleh guru.
Metode belajar yang mampu membangkitkan motif, minat atau gairah belajar murid dan menjamin perkembangan kegiatan kepribadian murid adalah metode diskusi.
Metode diskusi merupakan suatu cara mengajar yang bercirikan oleh suatu keterikatan pada suatu topik atau pokok pertanyaan atau problem. Di mana para anggota diskusi dengan jujur berusaha mencapai atau memperoleh suatu keputusan atau pendapat yang disepakati bersama. Dalam metode diskusi guru dapat membimbing dan mendidik siswa untuk hidup dalam suasana yang penuh tanggung jawab, msetiap orang yang berbicara atau mengemukakan pendapat harus berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang dapat diperanggung-jawabkan. Jadi bukan omong kosong, juga bukan untuk menghasut atau mengacau suasana. Menghormati pendapat orang lain, menerima pendapat yang enar dan menolak pendapatb yang salah adalah ciri dari metode yang dapat dighunakan untuk mendidik siswa berjiwa demokrasi dan melatih kemampuan berbicara siswa.
Agar suasana belajar siswa aktif dapat tercapai, maka diskusi dapat menggunakan variasi model-model pembelajaran menarik dan memotivasi siswa. Dari sekan banyak model pembelajaran yang ada, model pembelajaran Zigsaw cocok untuk digunakan dalam metode diskusi. Model pembelajaran Zigsaw membantu murid untuk mempelajari sesuatu dengan baik dan sekaligus siswa mampu menjadi nara sumber bagi satu sama yang lain.
Metode merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dengan penggunaan yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan dan materi yang baik belum tentu memberikan hasil yang baik tanpa memilih dan menggunakan metode yang sesuai dengan tujuan dan materi pelajaran.
Metode, adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku baik bagi guru (metode mengajar) maupun bagi siswa (metode belajar). Makin baik metode yang dipakai, makin efektif pula pencapaian tujuan (Winamo Surakhmad).
Kadang-kadang metode juga dibedakan dengan teknik. Metode bersifat prosedural, sedangkan teknik lebih bersifat implementatif. Maksudnya merupakan pelaksanaan apa yang sesungguhnya terjadi (dilakukan guru) untuk mencapai tujuan. Contoh: Guru A dengan guru B sama-sama menggunakan metode ceramah. Keduanya telah mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan metode ceramah yang efektif, tetapi hasilnya guru A berbeda dengan guru B karena teknik pelaksanaannya yang berbeda. Jadi tiap guru mungakui mempunyai teknik yang berbeda dalam melaksanakan metode yang sama.
6) Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menetukan kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan criteria tertentu dalam rangka pembuatan keputusan.
Berdasarkan pengertian ini, ada beberapa hal yang perlu dijelaskan lebih lanjut, yaitu:
Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil (produk). Hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi adalah kualitas sesuatu, baik yang menyangkut tentang nilai atau arti, sedangkan kegiatan untuk sampai pada pemberian nilai dan arti itu adalah evaluasi. Membahas tentang evaluasi berarti mempelajari bagaimana proses pemberian pertimbangan mengenai kualitas sesuatu. Gambaran kualitas yang dimaksud merupakan konsekuensi logis dari proses evaluasi yang dilakukan. Poses tersebut tentu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan, dalam arti terencana, sesuai dengan prosedur dan prinsip serta dilakukan secara terus menerus.
Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan kualitas sesuatu, terutama yang berkenaan dengan nilai dan arti. S. Hamid Hasan (1988) secara tegas membedakan kedua istilah tersebut sebagai berikut:
Pemberian nilai dilakukan apabila seorang evaluator memberikan pertimbangannya mengenai evaluan tanpa menghubungkannya dengan sesuatu yang bersifat dari luar. Jadi, pertimbangan yang diberikan sepenuhnya berdasarkan apa evaluan itu sendiri…. Sedangkan arti, berhubungan dengan posisi dan peranan evaluan dalam suatu konteks tertentu…. Tentun saja kegiatan evaluasi yang komprehensif adalah yang meliputi baik proses pemberian keputusan tentang nilai dan proses keputusan tentang arti, tetapi hal ini tidak berarti bahwa suatu kegiatan evaluasi harus selalu meliputi keduanya.
Pemberian nilai dan arti ini dalam bahasa yang dipergunakan Scriven (1967) adalah formatif dan sumatif. Jika formatif dan sumatif merupakan fungsi evaluasi, maka nilai dan arti adalah hasil kegiatan yang dilakukan oleh evalusi.
Dalam proses evaluasi harus ada pemberian pertimbangan (judgement). Pemberian pertimbangna ini pada dasarnya merupakan konsep dasar evaluasi. Melalui pertimbangan inilah ditentukan nilai dan arti/ makna (worth and merit) dari sesuatu yang sedang di evaluasi. Tanpa pemberian pertimbangan, suatu kegiatan bukanlah termasuk kategori kegiatan evaluasi.
Pemberian pertimbangan tentang nilai dan arti haruslah berdasarkan criteria tertentu. Tanpa criteria yang jelas, pertimbangan nilai dan arti yang diberikan bukanlah suatu proses yang dapat diklasifikasikan sebagai evaluasi.
Evaluasi menurut Wand dan Brown (dalam Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, 2007), evaluasi adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Rumusan yang bersifat operasional di kemukakan Roestyah (1989) bahwa evaluasi adalah kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya mengenai kapabilitas siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa guna mendorong atau mengembangkan kemampuan belajar.
Aspek evaluasi merupakan aspek yang penting, yang berguna untuk mengukur dan menilai seberapa jauh tujuan pembelajaran telah tercapai atau hingga mana terdapat kemajuan belajar siswa, dan bagaimana tingkat keberhasilan sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut. Apakah tujuan yang telah dirumuskan dapat di capai atau tidak, apakah materi yang telah diberikan dapat dikuasai atau tidak, dan apakah penggunaan metode dan alat pembelajaran tepat atau tidak.
Guru harus melakukan evaluasi terhadap hasil tes dan menetapkan standar keberhasilan. Sebagai contoh, jika semua siswa sudah menguasai suatu kompetensi dasar, maka pelajaran dapat dilanjutkan dengan materi berikutnya, dengan catatan guru memberikan perbaikan (remidial) kepada siswa yang belum mencapai ketuntasan, dan pengayaan bagi yang sudah. Evaluasi terhadap hasil belajar bertujuan untuk mengetahui ketuntasan siswa dalam menguasai kompetensi dasar. Dari hasil evaluasi tersebut dapat diketahui kompetensi dasar, materi, atau indicator yang belum mencapai ketuntasan. Dengan mengevaluasi hasil belajar, guru akan mendapatkan manfaat yang besar untuk melakukan program perbaikan yang tepat. Jika ditemukan sebagian siswa gagal, perlu dikaji kembali apakah instrument penilaiannya terlalu sulit, apakah instrument penilaiannya sudah sesuai dengan indikatornya, ataukah cara pembelajarannya (metode, media, teknik) yang digunakan kurang tepat.

BAB III
SIMPULAN

Perencanaan pembelajaran adalah proses membantu guru secara sistematik dan menganalisis kebutuhan pelajar dan menyusun kemungkinan yang berhubungan dengan kebutuhan.
Komposisi format rencana pembelajaran meliputi komponen:
1. Tujuan
Merupakan cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan pembelajaran yang bernilai normatif. Untuk membentuk siswa dalam suatu perkembangan, tertentu.
2. Materi
Merupakan medium untuk mencapai tujuan pembbelajaran yang “dikonsumsi” siswa atau bahan yang akan diajarkan agar tujuan tercapai.
3. Kegiatan belajar mengajar
Proyeksi kegiatan belajar yang harus dilakukan anak agar tujuan tercapai.
4. Media dan sumber belajar
Media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat dimana materi pelajaran terdapat.
5. Evaluasi
Suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.

DAFTAR PUSTAKA

B, Hamzah Uno. 2006. ”Perencanaan Pembelajaran”. Jakarta: Bumi Aksara.
Majid, Abdul. 2009. ”Perencanaan Pembelajaran”. Bandung: Rosda.
Munthe, Bermawi. 2009. ”Desain Pembelajaran”. Yogyakarta: Pustaka Insan Mandiri.
Sutikno, Sobri M. 2008. “Belajar dan Pembelajaran”. Bandung: Prospect
http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php?menu=bmpshort_detail2&ID=291
http://nhowitzer.multiply.com/journal/item/1
http://mgmpips.wordpress.com/2010/03/07/pengertian-bahan-ajar-materi-pembelajaran/
http://nadhirin.blogspot.com/2010/03/07metode-pembelajaran-efektif.html
http://edu-articles.com/mengenal-media-pembelajaran/
http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_b11.html
http://ktiptk.blogspirit.com/archive/2009/01/26/pengertian-metode.html

Komponen Proses Belajar Mengajar

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan Pembelajaran Biologi yang dibimbing oleh Bapak Drs. Muh. Muttaqin


Disusun Oleh:
Nur Euis Istiqomah
208 203 952


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2010

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah swt. Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad saw, yang telah membawa kita kepada gerbang keselamatan. Kami membuat makalah ini bertujuan agar pembaca semua bisa memahami materi yang akan kami tuangkan dalam sebuah laporan hasil observasi, yang membahas tentang “Komponen Proses Belajar Mengajar”.
Semoga apa yang telah kami lakukan bisa bermanfaat umumnya bagi pembaca khususnya bagi kami sebagai penulis, dan tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memebantu kami dalam penyusunan laporan ini.
Laporan ini kami buat dengan semaksimal mungkin, dan apabila dalam pembuatan laporan ini ada kekeliruan, kami mohon pembaca dapat memakluminya dan semoga untuk kedepannya kami bisa lebih baik dalam pembuatan laporan-laporan yang lainnya. Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.


Bandung, Mei 2010


Penulis

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyusunan program pembelajaran akan bermuara pada persiapan mengajar, sebagai produk program pembelajaran jangka pendek yang mencakup komponen kegiatan belajar dan proses pelaksanaan program.
Cynthia dalam Mulyasa (2004:82) mengemukakan bahwa, proses pembelajaran yang dimulai dengan fase persiapan mengajar ketika kompetensi dan metodologi telah diidentifikasi, akan membantu guru dalam mengorganisasikan materi standar serta mengantisipasi peserta didik dan masalah-masalah yang mungkin timbul dalam pembelajaran. Sebaliknya, tanpa persiapan mengajar, seorang guru akan mengalami hambatan dalam proses pembelajaran yang dilakukannya. Hal ini senada juga dikemukakan oleh Joseph dan Leonard (1982:20) bahwa: “Teaching without adequate written planning is sloppy and almost always ineffective, because the teacher has not thought out exactly what to do and how to do it.”
Secara eksplisit dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku. Banyak teori belajar menurut literatur psikologi, yang mana teori itu bersumber dari teori atau aliran-aliran psikologi. Tiap teori mempunyai dasar tertentu. Secara garis besar dikenal ada tiga rumpun besar teori belajar menurut pandangan psikologi, yaitu teori disiplin mental, teori behaviorisme, dan teori cognitive gestalt.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar?
2. Bagaimana merencanakan pengorganisasian bahan pembelajaran?
3. Bagaimana merencanakan pengelolaan kelas?
4. Bagaimana merencanakan penggunaan alat dan media pembelajaran?
5. Bagaimana merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pembelajaran?
KOMPONEN PROSES BELAJAR MENGAJAR (PBM)

a. Merencanakan Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar
Perencanaan merupakan suatu cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tesebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Perencanaan pengelolaan kegiatan belajar mengajar adalah suatu cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan berjalan dengan baik disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang ditetapkan.
Perencanaan pengelolaan kegiatan belajar mengajar adalah langkah awal dari suatu manajemen pengajaran yang berisi kebijakan strategi tentang pelaksanaan pengajaran yang akan dilakukan dalam rencana pembelajaran selalu terdapat komponen yang saling berkaitan (tujuan, metode, bahan, teknik media, alat evaluasi dan penjadualan setiap langkah kegiatan).
1. Merumuskan
Dari hasil observasi yang kami lakukan, dalam butir ini hanya terdapat empat syarat yang dipenuhi yaitu:
 Kompetensi Dasar sesuai dengan Standar Kompetensi
 Jumlah Indikator Tujuan Belajar lengkap
 Rumusan Indikator Tujuan Belajar jelas (tidak menimbulkan tafsiran ganda)
 Rumusan Indikator Tujuan Belajar (subyek, tingkah laku yang dapat diukur, kondisi pencapaian dan criteria pencapaian).
Sementara indicator tujuan belajar yang berurut dari mudah kepada sukar dalam rumusan Indikator Tujuan Belajar tidak Nampak (titak tercapai).

2. Menentukan Metode Pembelajaran
Dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan tercantum lebih dari dua metode pembelajaran yang relevan dengan Indikator Tujuan Belajar dan bahan. Metode yang digunakan yaitu metode ceramah dan metode pemahaman dan penalaran (al-ma’rifah wa al nazhariyah).
 Metode ceramah, merupakan cara menyampaikan materi ilmu pengetahuan kepada anak didik dilakukan secara lisan. Yang perlu diperhatikan, hendaknya ceramah mudah diterima, isinya mudah dipahami serta mampu menstimulasi pendengan (anak didik) umtuk melakukan hal-hal yang baik dan benar dari isi ceramah yang disampaikan.
 Metode pemahaman dan penalaran (al-ma’rifah wa al nazhariyah). Metode ini dilakukan dengan membangkitkan akal dan kemampuan berfikir anak didik secara logis. Metode ini adalah metode mendidik dengan membimbing anak didik untuk dapat memahami problem yang dihadapi denagn menemukan jalan keluar yang benar dari berbagai macam kesulitan dengan melatih anak didik menggunakan pikirannya dalam mendata dan menginventarisasi masalah, dengan cara memilah-milah, membuang mana yang salah, meluruskan yang bengkok dan mengambil yang benar.\
3. Menentukan Langkah-langkah Mengajar
Kerangka perencanaan dana implementasi pengajaran melibatkan urutan langkah-langkah yang sangat penting bagi para guru dalam mempersiapkan pelaksanaan rencana pengajaran. Dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan terdapat langkah mengajar secara rinci, sebagian besar sesuai denagn indicator tujuan belajar. Langkah-langkah tersebut biasanya dituangkan dalam bentuk perencanaan mengajar. Proses penyusunan perencanaan pengajaran memerlukan pemikiran-pemikiran sistematis untuk memproyeksikan/memperkirakan mengenai apa yang akan dilakukan dalam waktu melaksanakan pengajaran. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan guru dalam merencanakan KBM adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan Silabus
b. Pengembangan RPP
c. Pengembangan Indikator
d. Pengembangan Materi Pembelajaran
e. Pengembangan Bahan Ajar
Adapun secara sistematis rencana pembelajaran jika dalam bentuk satuan pelajaran adalah sebagai berikut:
a. Identitas mata pelajaran (nama pelajaran, kelas, semester, dan waktu atau banyaknya jam pertemuan yang dialokasikan).
b. Kompetensi dasar dan indicator yang hendak dicapai atau dijadikan tujuan dapat dikutip/diambil dari kurikulum dan hasil belajar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
c. Materi pokok (beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi dasar).
d. Media (yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran).
e. Strategi pembelajaran/scenario/tahapan-tahapan proses belajar mengajar yaitu kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber belajar untuk menguasai kompetensi.
4. Menentukan Cara-cara Memotivasi Murid
Dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan, terdapat satu cara memotivasi yang relevan dengan Indikator Tujuan Belajar dan bahan ajar yaitu hanya cara persaingan atau kompetisi yaitu guru berusaha mengadakan persaingan diantara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.



b. Merencanakan Pengorganisasian Bahan Pembelajaran
Bahan pembelajaran adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instructor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud dapat berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.
Dengan bahan pembelajaran, memungkinkan peserta didik dapat mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar serta runut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu.
1. Berpedoman pada Bahan Pembelajaran yang Tercantum dalam Kurikulum
Sumber bahan pembelajaran merupakan informasi yang disajikan dan disimpan dalam berbagai bentuk media, yang dapat membantu peserta didik dalam belajar sebagai perwujudan dari kurikulum. Bentuknya tak terbatas dapat diartikan sebagai tempat atau lilngkungan sekitar, benda, dan orang yang mengandung informasi yang dapat digunakan sebagai wahana bagi peserta didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku. Dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan tercantum buku sumber bahan pengajaran yang tertera dalam kurikulum tetapi tanpa penjabaran.
2. Meyusun Bahan Pembelajaran sesuai dengan Taraf Berfikir Peserta Didik
Untuk mengkondusifkan iklim belajar, harus ditunjang oleh berbagai fasilitas yang menyenangkan seperti pengaturan lingkungan, penataan organisasi dan bahan pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kemempuan dan perkembangan taraf berfikir peserta didik. Dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan, penyusunan bahan pembelajaran hanya dapat dipakai untuk melatih ingatan dan pemahaman murid.

c. Merencanakan Pengelolaan Kelas
Iklim belajar yang kondusif merupakan tulang punggung dan factor pendorong yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi proses pembelajaran, sebaliknya iklim belajar yang kurang menyenangkan akan menimbulkan kejenuhan dan rasa bosan. Oleh karena itu, perencanaan pengelolaan kelas dan bahan pembelajaran secara tepat harus disesuaikan dengan kemampuan dan perkembangan anak didik. Karena iklim belajar yang menyenangkan akan membangkitkan semangat dan menumbuhkan aktivitas serta kreatifitas peserta didik.
1. Mengatur Tempat Duduk sesuai dengan Strategi yang Digunakan
Dalam mengatur tempat duduk yang penting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka, dengan demikian guru dapat mengontrol tingkah laku peserta didik. Pengaturan tempat duduk akan mempengaruhi kelancaran proses belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan hanya tercantum satu cara pengaturan tempat duduk yang sesuai dengan strategi yang digunakan.
2. Menentukan Alokasi Penggunaan Waktu Belajar Mengajar
Dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan terdapat empat jenis rincian waktu yaitu waktu untuk pembukaan, waktu untuk kegiatan inti, waktu untuk kegiatan penutupan, dan waktu untuk penjelasan tugas-tugas. Waktu untuk kegiatan yang tercantum tesebut lengkap dan terinci.
3. Menentukan Cara Mengorganisasi Murid agar Terlibat Aktif dalam Kegiatan Belajar Mengajar
Mengembangkan organisasi kelas yang efektif, menarik, nyaman dan aman bagi perkembangan potensi seluruh peserta didik secara optimal. Menciptakan suasana kerja sama saling menghargai, baik antar peserta didik maupun antara peserta dengan guru dan pengelolaan pembelajaran lain. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap peserta didik memiliki kesempata yang seluas-luasnya untuk mengemukakan pandangannya tanpa ada rasa takut mendapatkan sangsi atau dipermalukan. Dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan direncanakan sebagian besar siswa terlibat aktif dalam satu kegiatan.

d. Merencanakan Penggunaan Alat dan Media Pembelajaran
Agar menghasilkan tamatan yang mempunyai kemampuan utuh seperti yang diharapkan, diperlukan pengembangan pembelajaran kompetensi secara sistematis dan terpadu agar peserta didik dapat menguasai setiap kompetensi secara tuntas.
1. Menentukan Pengembangan Alat Pembelajaran
Alat pembelajaran akan menjadi lebih bermakna begi peserta didik maupun gurur apabila alat pembelajaran diorganisisr melalui satu rancangan yang memungkinkan seseorang dapat memanfaatkannya sebagai alat pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan telah direncanakan penggunaan alat pembelajaran yang sesuai dengan indicator tujuan belajar.
2. Menentukan Media Pembelajaran
Media pembelajaran harus dipergunakan secara efektif sehingga melakukan kontak pada peserta didik secara capat dan tepat. Dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan telah direncanakan pengguanaan satu macam media pembelajaran yang sesuai dengan indicator tujuan belajar.
3. Menentukan Sumber Pembelajaran
Sumber belajar (learning resource) juga banyak yang telah memanfaatkannya, namun pada umumnya yang diketahui hanya perpustakaan dan buku sebagai sumber belajar. Dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan telah direncanakan penggunaan satu macam sumber pembelajaran yang sesuai dengan indicator tujuan belajar.

e. Merencanakan Penilaian Prestasi Siswa untuk Kepentingan Pembelajaran
Penilaian mensyaratkan adanya keterkaiatan langsung dengan aktivitas proses belajar mengajar. Demikian pula, proses belajar mengajar akan berjalan efektif apabila didukung dengan penilaian yang efektif oleh guru. Penilaian merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar. Kegiatan penilaian harus dipahami sebagai kegiatan untuk mengefektifkan proses belajar mengajar agar sesuai dengan yang diharapkan.


1. Menentukan Bermacam-macam Bentuk dan Prosedur Penilaian
Penilaian merupakan pengukuran ketercapaian program pendidikan, perencanaan suatu program substansi pendidikan termasuk kurikulum dan pelaksanaannya, pengadaan dan peningkatan kemampuan guru, pengelolaan pendidikan, dan reformasi pendidikan secara keseluruhan. Implikasi dari diterapkannya standar kompetensi dalam proses penilaian yang dilakukan oleh guru, baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan acuan kriteria. Untuk itu, dalam menerapkan standar kompetensi guru harus:
a. Mengembangkan matriks kompetensi belajar yang menjamin pengalaman belajar yang terarah.
b. Mengembangkan pengalaman otentik berkelanjutan yang menjamin pencapaian dan pengusaan kompetensi.
Dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan telah tercantum satu prosedur dan satu jenis penilaian yang sebagian sesuai dengan indikator tujuan belajar.
2. Menyusun Alat Penilaian Hasil Belajar
Penilaian harus digunakan sebagai proses untuk menentukan tingkat ketercapaian kompetensi dan sekaligus untuk mengukur efektifitas proses pembelajaran. Untuk itu, agar tujuan penilaian tercapai, guru harus menggunakan berbagai metode dan teknik penilaian yang beragam sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik pengalaman belajar yang dilaluinya. Dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan terdapat alat penilaian yang semuanya sesuai dengan indicator tujuan belajar serta di ungkapkan dengan bahasan yang jelas.

Paradigma Tentang Teori Belajar

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Belajar dan Pembelajaran Biologi yang dibimbing oleh
Bapak Drs. Muh. Muttaqin







Disusun Oleh Kelompok I:
Fuad Fauzi Siddiq 208 203 913
Nur Euis Istiqomah 208 203 952
Nur Komalasari 208 203 953
Dian Rosdiana SP 208 204 274

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2009

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah swt. Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad saw, yang telah membawa kita kepada gerbang keselamatan. Kami membuat laporan ini bertujuan agar pembaca semua bisa memahami materi yang akan kami tuangkan dalam sebuah diskusi, yang membahas tentang “Paradigma tentang teori belajar”.
Semoga apa yang telah kami lakukan bisa bermanfaat umumnya bagi pembaca khususnya bagi kami semagai penulis, dan tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memebantu kami dalam penyusunan laporan ini.
Laporan ini kami buat dengan semaksimal mungkin, dan apabila dalam pembuatan makalah ini ada kekeliruan, kami mohon pembaca dapat memakluminya dan semoga untuk kedepannya kami bisa lebih baik dalam pembuatan laporan-laporan yang lainnya. Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.


Bandung, Nopember 2009

Penulis

PEMBAHASAN
PARADIGMA TENTANG TEORI BELAJAR

Secara eksplisit dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku. Banyak teori belajar menurut literatur psikologi, yang mana teori itu bersumber dari teori atau aliran-aliran psikologi. Tiap teori mempunyai dasar tertentu. Secara garis besar dikenal ada tiga rumpun besar teori belajar menurut pandangan psikologi, yaitu teori disiplin mental, teori behaviorisme, dan teori cognitive gestalt.
1. PENGERTIAN
A. Teori Disiplin Mental
Sebelum abad ke-20, telah berkembang beberapa teori belajar, salah satunya adalah teori disiplin mental. Teori belajar ini dikembangkan tanpa dilandasi eksperimen, dan ini berarti dasar orientasinya adalah “filosofis atau spekulatif”. Tokoh teori disiplin mental adalah Plato dan Aristoteles. Teori disiplin mental ini menganggap bahwa dalam belajar, mental siswa harus didisiplinkan atau dilatih. Dari penjelasan yang telah dipaparkan di atas, maka terori ini terbagi menjadi dua yaitu:
a. Teori Perkembangan Alamiah
b. Teori Aspirasi
B. Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Dari penjelasan yang telah dipaparkan di atas, maka terori ini terbagi menjadi dua yaitu:

a. Teori Connectionisme
Definisi psikologi menurut Thorndike adalah”…the study of stimulus-response connections or bonds…” Thorndike sangat mementingkan connections. Connections dapat terbentuk secara sambung menyambung dalam urutan yang panjang. Sebuah connections yang tadinya response bisa menjadi stimulus. Di sinilah tampak peran asosiasi yang membentuk connections.
b. Teori Conditioning
Psikologi penguatan atau “operant conditioning” merupakan perkem-bangan lebih lanjut dari teori koneksionisme dan “conditioning”. Tokoh utamanya adalah Skinner. Skinner adalah seorang pakar teori belajar berdasarkan proses “conditioning” yang pada prinsipnya memperkuat dugaan bahwa timbulnya tingkah laku adalah karena adanya hubungan antara stimulus dengan respons. Menurut Skinner, tingkah laku bukanlah sekedar respons terhadap stimulus, tetapi merupakan suatu tindakan yang disengaja atau operant. Ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi sesudahnya.
C. Teori Kognitif
Teori kognitif menerangkan bahwa pembelajaran adalah perubahan dalam pengetahuan yang disimpan di dalam memori. Teori kognitif ini bermaksud penambahan pengetahuan ke dalam ingatan jangka panjang atau perubahan pada skema atau struktur pengetahuan. Pengkajian terhadap teori belajar kognitif memerlukan penggambaran tentang perhatian, memori dan elaborasi reheashal, pelacakan kembali, dan pembuatan informasi yang bermakna. Manusia memilih, mengamal, memberi perhatian, menghindar, merenung kembali dan membuat keputusan tentang peristiwa-peristiwa yang berlaku dalam persekitaran untuk mencapai matlamat secara aktif. Pandangan kognitif yang lama utamakan perolehan pengetahuan. Pandangan yang baru mengutamakan pembinaan atau pembangunan ilmu pengetahuan Dalam proses pembelajaran kognitif ini melibatkan dua proses mental yang penting yaitu persepsi dan pembentukan konsep (penanggapan). Dari penjelasan yang telah dipaparkan di atas, maka terori ini terbagi menjadi dua yaitu:
a. Teori Kepribadian
b. Teori Psikologi Sosial
2. TOKOH-TOKOH
A. Plato

B. Aristoteles

C. Thorndike

D. Skinner
Burrhus Frederic Skinner dilahirkan di sebuah kota kecil bernama Susquehanna, Pennsylvania, pada tahun 1904 dan wafat pada tahun 1990 setelah terserang penyakit leukemia. Skinner dibesarkan dalam keluarga sederhana, penuh disiplin dan pekerja keras. Ayahnya adalah seorang jaksa dan ibunya seorang ibu rumah tangga.
Skinner mendapat gelar Bachelor di Inggris dan berharap bahwa dirinya dapat menjadi penulis. Semasa bersekolah memang ia sudah menulis untuk sekolahnya, tetapi ia menempatkan dirinya sebagai outsider (orang luar), menjadi atheist, dan sering mengkritik sekolahnya dan agama yang menjadi panutan sekolah tersebut. Setelah lulus dari sekolah tersebut, ia pindah ke Greenwich Village di New York City dan masih berharap untuk dapat menjadi penulis dan bekerja di sebuah surat kabar.
Pada tahun 1931, Skinner menyelesaikan sekolahnya dan memperoleh gelar sarjana psikologi dari Harvard University. Setahun kemudian ia juga memperoleh gelar doktor (Ph.D) untuk bidang yang sama. Pada tahun 1945, ia menjadi ketua fakultas psikologi di Indiana University dan tiga tahun kemudian ia pindah ke Harvard dan mengajar di sana sepanjang karirnya. Meskipun Skinner tidak pernah benar-benar menjadi penulis di surat kabar seperti yang diimpikannya, ia merupakan salah satu psikolog yang paling banyak menerbitkan buku maupun artikel tentang teori perilaku/tingkahlaku, reinforcement dan teori-teori belajar.
Skinner adalah salah satu psikolog yang tidak sependapat dengan Freud. Menurut Skinner meneliti ketidaksadaran dan motif tersembunyi adalah suatu hal yang percuma karena sesuatu yang bisa diteliti dan diselidiki hanya perilaku yang tampak/terlihat. Oleh karena itu, ia juga tidak menerima konsep tentang self-actualization dari Maslow dengan alasan hal tersebut merupakan suatu ide yang abstrak belaka.
Skinner memfokuskan penelitian tentang perilaku dan menghabiskan karirnya untuk mengembangkan teori tentang Reinforcement. Dia percaya bahwa perkembangan kepribadian seseorang, atau perilaku yang terjadi adalah sebagai akibat dari respond terhadap adanya kejadian eksternal. Dengan kata lain, kita menjadi seperti apa yang kita inginkan karena mendapatkan reward dari apa yang kita inginkan tersebut. Bagi Skinner hal yang paling penting untuk membentuk kepribadian seseorang adalah melalui Reward & Punishment. Pendapat ini tentu saja amat mengabaikan unsur-unsur seperti emosi, pikiran dan kebebasan untuk memilih sehingga Skinner menerima banyak kritik.
E. Gestalt

3. RIWAYAT KELAHIRAN TEORI
A. Teori Plato dan Aristoteles (Teori Disiplin Mental)

B. Teori Thorndike dan Skinner (Teori Behaviorisme)

C. Teori Gestalt (Teori Kognitif)
Teori kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar gestalt. Teori belajar Gestalt (Gestalt Theory) ini lahir di Jerman tahun 1912, yang dipelopori dan dikembangkan oleh Max Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada simpase. Dari pengamatannya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah, dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian dan bukan hafalan akademis.

4. ISI TEORI
A. Teori Plato dan Aristoteles

B. Teori Thorndike dan Skinner
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa behaviorisme me-rupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
a. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
b. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
c. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
a. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
C. Teori Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorgani-sasikan. Menurut teori ini, bahwa yang utama pada kehidupan manusia adalah mengetahui (knowing) dan bukan respons.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
a. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
b. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
c. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
d. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pem-belajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (general-isasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.


DAFTAR PUSTAKA
 Dimyati dan Mudjiono. 2006. “Belajar dan Pembelajaran”. Jakarta: Rineka Cipta.
 Surya, Mohammad. 2004. “Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran”. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
 Sutikno, Sobri M. 2008. “Belajar dan Pembelajaran”. Bandung: Prospect.
 http://blog.riwayat.net/2009/04/teori-teori-belajar.html
 http://one.indoskripsi.com/node/6629
 http://riwayat.wordpress.com/2008/11/16/teori-belajar-program-dan-prinsip-pembelajaran/
 http://sman1telaga.com/artikel_detail.php?be_item=29
 http://www.e-psikologi.com/epsi/tokoh_detail.asp

Perubahan Paradigma Dlam Bidang Pendidikan

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran Biologi yang dibimbing oleh Bapak Drs. Muh. Muttaqin


Disusun Oleh:
Nur Euis Istiqomah
208 203 952


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2009

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah swt. Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad saw, yang telah membawa kita kepada gerbang keselamatan. Kami membuat laporan ini bertujuan agar pembaca semua bisa memahami materi yang akan kami tuangkan dalam sebuah diskusi, yang membahas tentang “PERUBAHAN PARADIGMA DALAM BIDANG PENDIDIKAN”.
Semoga apa yang telah kami lakukan bisa bermanfaat umumnya bagi pembaca khususnya bagi kami semagai penulis, dan tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memebantu kami dalam penyusunan laporan ini.
Laporan ini kami buat dengan semaksimal mungkin, namun apabila dalam pembuatan makalah ini ada kekeliruan, kami mohon pembaca dapat memakluminya dan semoga untuk kedepannya kami bisa lebih baik dalam pembuatan laporan-laporan yang lainnya. Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.


Bandung, November 2009

Penulis



PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PAKEM
1. Definisi PAKEM
PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa. Secara garis besar, gambaran PAKEM adalah sebagai berikut:
1. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
2. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
3. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan “pojok baca”.
4. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
5. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
Hasil belajar pendidikan di Indonesia masih dipandang kurang baik. Sebagian besar siswa belum mampu menggapai ideal atau optimal yang dimilikinya. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan proses pembelajaran dari kebiasaan yang sudah berlangsung selama ini.
Pembelajaran yang saat ini dikembangkan dan banyak dikenal ke seluruh pelosok tanah air adalah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan atau disingkat dengan PAKEM. Disebut demikian karena pembelajaran ini dirancang agar mengaktifkan anak, mengembangkan kreatifitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan.
2. Pelaksanaan PAKEM
Komponen pembelajaran merupakan hal baru yang berbeda dengan kebiasaan pembelajaran selama ini. Guru merancang dan mengelola KBM yang mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Guru melaksanakan KBM dalam kegiatan yang beragam, misalnya :
 Percobaan
 Diskusi kelompok
 Memecahkan masalah
 Mencari informasi
 Menulis laporan, cerita atau puisi
 Berkunjung keluar kelas
Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam. Semua mata pelajaran, guru menggunakan, misal:
 Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri
 Gambar
 Studi kasus
 Narasumber
 Lingkungan
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan siswa:
 Melakukan percobaan, pengamatan, atau wawancara
 Mengumpulkan data atau jawaban dan mengolahnya sendiri
 Menarik kesimpulan
 Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri
 Menulis laporan atau hasil karya lain dengan kata-kata sendiri.
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan melalui :
 Diskusi
 Lebih banyak pertanyaan terbuka hasil karya yang merupakan pemikiran anak sendiri
Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa dengan:
 Mengelompokkan siswa sesuai dengan kemampuan (untuk kegiatan tertentu)
 Menyesuaikan bahan pelajaran dengan kemampuan kelompok tersebut
 Memberikan tugas perbaikan atau pengayaan
Guru mengaitkan KBM dalam pengalaman siswa sehari-hari dengan cara:
 Siswa menceritakan atau memanfaatkan pengalaman sendirinya.
 Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari
 Menilai KBM dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus
 Guru memantau kerja siswa
 Guru memberikan umpan balik
3. Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan dalam Melaksanakan PAKEM
a. Memahami sifat yang dimiliki anak
Pada dasarnya anak memiliki sifat : rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau bukan anak Indonesia, selama mereka normal, terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap atau berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat anugerah Tuhan tersebut. Suasana pembelajran yang ditunjukkan oleh guru memuji anak karena hasil karyanya,guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru mendorong anak untuk melakukan percobaan, nisalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud.
b. Mengenal anak secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM (Pembelajaran Aktif, Efektif, dan Menyenangkan) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga anak tersebut belajar secara optimal.
c. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka unuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.
d. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan kemampuan
memecahkan masalah
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal tersebut memerlukan kemampuan untuk berpikir kritis dan kreatif, kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternative pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sesering-seringnya memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika….” Lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa, berapa, kapan,” yang umumnya tertutup hanya ada satu jawaban yang benar).
e. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sabaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam KBM karena dapat dijadikan rujukan ketika mambahas suatu masalah.
f. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik,sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga dipakai sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber beajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak harus keluar kelas. Bahkan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat mengembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasikan, membuat tulisan, dan membuat gambar atau diagram.
g. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.
h. Membedakan antara aktif fisik dan akif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa keliahatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling berhadapan, Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat perkembangannya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut : takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah.Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan pada ”PAKEM”.
4. PENDEKATAN BELAJAR AKTIF
Setelah memahami pengertian dan gambaran PAKEM, maka perlu membuktikan pemahaman itu melalui pembuatan persiapan PAKEM dan melaksanakan dengan baik, dalam sekolah dalam mengembangkan PAKEM ini, masih perlu tentang pendekatan belajar aktif.
a) Pengertian Pendekatan Belajar Aktif
Pedekatan Belajar Aktif adalah cara pandang yang menganggap belajar sebagai kegiatan membangun makna/pengertian terhadap pengalaman dan informasi, yang dilakukan oleh pembelajar, bukan oleh pengajar, serta menganggap mengajar sebagai kegiatan menciptakan suasana yang mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab belajar pembelajar sehingga berkeinginan terus untuk belajar selama hidupnya, dan tidak tergantung kepada guru/orang laian bila mereka mempelajari hal-hal yang baru. Jadi belajar itu menganggap guru lebih sebagai tukang kebun yang memelihara tanaman, dan bukan guru sebagai penuang air ke dalam gelas kosong. Menganggap siswa lebih sebagai tanaman yang memiliki kemampuan untuk tumbuh sendiri daripada sebagai gelas kosong yang hanya dapat penuh bila ada yang mengisi.
b) Perlunya Belajar Aktif
Paling sedikit ada tiga alasan mengapa Belajar Aktif perlu diterapkan
 Karateristik anak
 Hakekat belajar
 Karakteristik lulusan yang dikehendaki
1. Karakteristik anak
Karakteristik anak pada dasarnya anak dilahirkan dengan memiliki sifat ingin tahu dan imajinasi. Anak desa, anak kota anak orang miskin, anak orang kaya, anak Indonesia, an anak bukan Indonesia semuanya selama normal mereka memiliki kedua hal tersebut. Sifat ngin tahu merupakan modal dasar bagi perkembangnya sikap kritis,dan imajinasi bagi prilaku kreatif.
2. Hakekat Belajar
Belajar adalah proses menemukan dan membangun makna/pengertian, oleh pembelajar, terhadap informasi dan pengalaman, yang disaring melalui persepsi, pikiran dan perasaan si pembelajar. Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru. Pengetahuan dibangun sendiri oleh pembelajar.
3. Karakteristik Lulusan yang Dikehendaki
Agar mampu bertahan dan berhasil dalam hidup, lulusan yang diinginkan adalah generasi yang :
 Peka
 Mandiri (termasuk kreatif), dan
 Bertangung jawab.
Peka berarti berpikir tajam, kritis, dan tangap terhadap pikiran dan perasaan orang lain. Mandiri berarti berani dan mampu bertindak tanpa selalu tergantung pada orang lain. Bertanggung jawab berarti siap menerima akibat dari keputusan dan tinakan yang diambil.
Mengingat ketiga alasan tersebut: Karateristik anak, hakekat belajar, dan karakteristik lulusan yang dikehendaki, maka Belajar Aktif tampaknya merupakan pendekatan belajar-mengajar yang cocok untuk menghasilkan luusan yang dikehendaki itu.
c) Suasana Belajar Aktif
Suasana belajar megajar yang membuat siswa melakukan pengalaman, interaksi, komunikasi dan refleksi.

a. Pengalaman
Anak akan belajar banyak melalui berbuat, pengalaman langsung men gaktifkan lebih banyak indra daripada hanya melalui mendengarkan. Mengenal ada benda tenggelam dan terapung dalam air lebih mantap bila mencobanya sendiri daripada hanya menerima penjelasan guru.
b. Interaksi
Belajar akan terjadi dan meningkat kualitasnya bila berlangsung dalam suasana interaksi dengan orang lain: berdiskusi, saling bertanya dan mempertanyakan, dan atau saling menjelaskan. Pada saat orang lain mempertanyakan pendapata kita atau apa yang kita kerjakan, maka kita terpacu untuk berfikir menguraikan lebih jelas lagi sehingga kualitas pendapat itu menjadi lebih baik.
c. Komunikasi
Pengungkapan pikiran dan perasaan, baik lisan maupun tulis, merupakan kebutuhan setiap manusia dalam rangka mengngkapkan dirinya untuk mencapai kepuasan. Pengungkapan pikiran, baik dalam rangka mengemukakan gagasan sendiri maupun menilai gagasan orang lain akan memantapkan pemahaman seseorang tentang apa sedang dipikirkan atau dipelajari.
d. Refleksi
Bila seseorang mengungkapkan gagasannya kepada orang laian dan mendapat tanggapan, maka orang itu akan merenungkan kembali (refleksi) gagasannya, kemudian melakukan perbaikan, sehingga memiliki gagasan yang lebih mantap. Refleksi dapat terjadi sebagai akibat dari interaksi dan komunikasi. Umpan balik dari guru atau siswa lain terhdap hasil kerjanya seorang siswa, yang berupa pertanyaan yang menantang (membuat siswa berfikir) dapat merupakan pemicu bagi siswa untuk melakukan refleksi tentang apa yang sedang dipikirkan atau dipelajari.
d) Sikap guru yang menerapkan Belajar Aktif
Sesuai dengan pengertian mengajar di atas yaitu menciptakan suasana yang mengembangkan inisiatif dan tanggunng jawab belajar siswa, maka sikap dan prilaku guru hendaknya :
 Terbuka, mau mendengarkan pendapat siswa;
 Membiasakan siswa untuk mendengarkan bila guru siswa berbicara;
 Menghargai perbedaan pendapat;
 Mentolelir, salah dan mendorong untuk memperbaiki;
 Menunmbuhka rasa percaya diri siswa;
 Memberi umpan balik terhadap hasil kerja siswa;
 Tidak terlalu cepat membantu siswa;
 Tidak kikir untuk memuji menghargai siswa;
 Tidak mentertawakan pendapat atau hasil karya siswa sekalipun kurang berkualitas;
 Mendorong siswa untuk tidak takut salah dan berani menanggung resiko.
e) Ruang kelas yang menunjang Belajar Aktif
Ruang kelas yang dapat menunjang belajar aktif pada siswa harus memiliki kriteria:
 Berisi banyak sumber belajar, seperti buku dan benda yang nyata;
 Berisi banyak alat bantu belajar, seperti batu, lidi, tanaman,dan alat peraga sederhana;
 Berisi banyak hasil kerja siswa, seperti lukisan, laporan percobaan, tugas individu yang memecahan masalah, puisi, teks pidato, dan alat hasil percobaan;
 Letak bangku dan meja diatur sedemikian rupa sehingga siswa leluasa untuk bergerak.
f) Kegiatan dalam Belajar Aktif
Komponen-komponen kegiatan siswa dan guru dalam proses belajar mengajar meliputi: 1. PENGALAMAN
 Melakukan pengamatan
 Melakukan percobaan
 Membaca
 Melakukan wawancara
 Menghitung
 Mengukur
 Membuat sesuatu
 Menciptakan kegiatan yang beragam
 Mengamatai siswa bekerjadan sesekali mengajukan pertanyaan yang menantang
2. INTERAKSI
 Berdikusi
 Mendengarkan dan sesekali mengajukan pertanyaan yang menantang
 Mengajukan pertanyaan
 Mendengarkan, tidak mentertawakan, dan memberi kesempatan terlebih dahulu kepada siswa lain untuk menjawab
 Meminta pendapat orang lain
 Mendengarkan
 Meminta pendapat siswa lain
 Memberi komentar
 Mendengarkan, sesekali mengajukan pertanyaan yang menantang, memberi kesempatan kepada siswa lain untuk memberi pendapat tentang komentar tersebut
 Bekerja dalam kelompok
 Berkeliling ke kelompok, sesekali duduk bersama kelompok, mendengarkan perbincangan kelompok, dan sesekali memberikan komentar pertanyaan yang menantang
3. KOMUNIKASI
 Mendemontrasikan atau mempertunjukkan
 Menjelaskan
 Memperhatikan atau memberi komentar atau pertanyaan yang menantang
 Berbicara
 Bercerita
 Menceritakan
 Mendengarkan atau memberi komentar atau mempertanyakan
 Melaporkan lisan atau tulis
 Mengemukakan pikiran atau pendapat (lisan atau tulis)
 Tidak mentertawakan
 Memajangkan hasi karya
 Memantau agar pajangan dalam jangkauan baca siswa
4. REFLEKSI
 Memikirkan kembali hasil kerja atau pikiran sendiri
 Mempertanyakan
 Meminta siswa lain untuk memberikan komentar atau pendapat.

B. EMPAT LEARNING PARADIGMA
Quantum Learning merupakan suatu kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman daya ingat, serta belajar sebagai proses yang menyenangkan dan bermakana. Quantum Learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan penelitian yang disebutnya suggestology. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar.
Quantum Learning mencakup aspek-aspek penting tentang cara otak mengatur informasi. Menurut DePorter dkk (2002:16), “Quantum Learning adalah interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya”. Dengan mengutip rumus Albert Einstein, yakni E=mc2, DePorter memisalkan kekuatan energi ke dalam analogi tubuh manusia yang secara fisik adalah materi. Sehingga tujuan belajar menurut Quantum Learning adalah meraih sebanyak mungkin cahaya.
Berdasarkan uraian tersebut, dibuat model pembelajaran yang mendorong kecerdasan linguistuik, visual, kinestetik, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan intuisi.
Menurut DePorter (2002:54) dalam pembelajaran Quantum Learning ada 5 ciri spesifik yang berguna untuk meningkatkan otak untuk memahami suatu informasi yang diberikan. Ciri-ciri tersebut adalah:
• Learning To Know yang artinya belajar untuk mengetahui
• Learning To Do yang artinya belajar untuk melakukan
• Learning To Be yang artinya belajar untuk menjadi dirinya sendiri
• Learning To Live Together yang artinya belajar untuk kebersamaan
Guru dituntut untuk memiliki metode belajar yang bervariasai dan kreatif, karena cara-cara berpikir anak itu lebih logis, kritis, rasa ingin tahu tinggi.
Dalam buku Quantum Learning yang ditulis oleh Bobbi DePorter dan Mike Hernacki ada 3 (tiga) metode utama dalam pembelajaran Quantum Learning
• Mind Mapping yang artinya peta pikiran.
• Speed Reading yang artinya membaca cepat
Super Memory System yang artinya menoptimalkan daya ingat Pendidikan menurut Unesco, meliputi empat pilar, yaitu: "learning to know, learning to do, learning to be", dan "learning to live together". Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Belajar untuk mengetahui (learning to know) dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupan.
Pendidikan juga merupakan proses belajar untuk bisa melakukan sesuatu (learning to do). Proses belajar menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan, perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon suatu stimulus. Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.
Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri. Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together).
Dalam upaya memenuhi empat pilar pendidikan tersebut di atas, pendidikan tidak dapat dibiarkan berjalan secara apa adanya. Pendidikan secara kelembagaan harus dikelola secara cerdas dan profesional. Proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan dalam pendidikan harus dilakukan secara sistemik dan sistematis serta diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

A. LEARNING TO KNOW
Belajar mengetahui berkenaan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan informasi. Dewasa ini terdapat ledakan informasi dan pengetahuan. Hal itu bukan saja disebabkan karena adanya perkembangan yang sangat cepat dalam bidang ilmu dan teknologi, tetapi juga karena perkembangan teknologi yang sangat cepat, terutama dalam bidang elektronika, memungkinkan sejumlah besar informasi dan pengetahuan tersimpan, bisa diperoleh dan disebarkan secara cepat dan hampir menjangkau seluruh planet bumi. Belajar mengetahui merupakan kegiatan untuk memperoleh, memperdalam dan memanfaatkan pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dengan berbagai upaya perolehan pengetahuan, melalui membaca, mengakses internet, bertanya, mengikuti kuliah, dll. Pengetahuan dikuasai melalui hafalan, tanya-jawab, diskusi, latihan pemecahan masalah, penerapan, dll. Pengetahuan dimanfaatkan untuk mencapai berbagai tujuan: memperluas wawasan, meningkatakan kemampuan, memecahkan masalah, belajar lebih lanjut, dll.
Tipenya belajar kurang berkaitan dengan akuisisi pengetahuan terstruktur dibandingkan dengan penguasaan alat belajar. Ini dapat dianggap baik sebagai sarana dan mengakhiri keberadaan manusia. Melihatnya sebagai alat, orang harus belajar untuk memahami dunia di sekitar mereka, setidaknya sebanyak yang diperlukan bagi mereka untuk memimpin hidup mereka dengan martabat, pekerjaan mengembangkan keterampilan dan berkomunikasi dengan orang lain. Dianggap sebagai tujuan, itu didukung oleh kesenangan yang dapat diperoleh dari pemahaman, pengetahuan dan penemuan. Aspek pembelajaran biasanya dinikmati oleh peneliti, tetapi pengajaran yang baik dapat membantu setiap orang untuk menikmatinya. Bahkan jika studi demi dirinya sendiri adalah mengejar sekarat dengan begitu banyak tekanan saat ini sedang memakai dipasarkan perolehan keterampilan, peningkatan sekolah-meninggalkan usia dan kenaikan waktu senggang harus menyediakan lebih banyak kesempatan untuk orang dewasa dengan studi pribadi. Yang lebih luas pengetahuan kita, semakin baik kita dapat memahami berbagai aspek dari lingkungan kita. Studi semacam itu mendorong keingintahuan intelektual yang lebih besar, mempertajam daya kritis dan memungkinkan orang untuk mengembangkan penilaian independen mereka sendiri di dunia di sekitar mereka.
Dari sudut pandang, semua anak tak peduli di mana mereka hidup, harus memiliki kesempatan untuk menerima pendidikan sains yang sesuai dan menjadi sahabat ilmu pengetahuan sepanjang hidup mereka.
Namun, karena pengetahuan adalah aneka dan mampu pembangunan hampir tak terbatas, setiap usaha untuk mengetahui segala sesuatu menjadi lebih dan lebih berguna. Bahkan, setelah tahap pendidikan dasar, gagasan menjadi multi-spesialis subjek hanyalah ilusi. Awal universitas sekunder dan sebagian karena itu kurikulum dirancang sekitar disiplin ilmu dengan tujuan untuk memberi siswa alat-alat, ide-ide dan metode referensi yang merupakan produk mutakhir ilmu pengetahuan dan paradigma kontemporer. Semacam itu tidak boleh mengecualikan spesialisasi pendidikan umum, bahkan tidak untuk masa depan peneliti yang akan bekerja di laboratorium khusus. Yang benar-benar orang terpelajar saat ini kebutuhan pendidikan umum yang luas dan kesempatan untuk mempelajari sejumlah kecil mata pelajaran secara mendalam.
Dua cabang ini harus diterapkan pendekatan yang benar melalui pendidikan. Alasannya adalah bahwa pendidikan umum, yang memberikan kesempatan murid untuk belajar bahasa lain dan menjadi akrab dengan mata pelajaran lain, pertama-tama dan terutama menyediakan cara berkomunikasi dengan orang lain. Jika spesialis jarang menginjakkan kaki di luar lingkaran ilmiah mereka sendiri, mereka cenderung kehilangan minat pada apa yang dilakukan orang lain. Tanpa menghiraukan keadaan, mereka akan menemukan bekerja dengan orang lain masalah. . Di sisi lain, pendidikan umum, yang menempa spasial dan temporal hubungan antara masyarakat, cenderung membuat orang lebih mudah menerima cabang pengetahuan lain. Sementara sejarah ilmu pengetahuan yang ditulis oleh sejarawan, ilmuwan menemukan berguna. Dengan cara yang sama, pengacara, sosiolog dan ilmuwan politik semakin membutuhkan ekonomi dasar. Terakhir, beberapa terobosan dalam kemajuan pengetahuan manusia terjadi pada antarmuka dari spesialisasi yang berbeda.
Penghasilan untuk mengetahui berarti belajar cara belajar dengan mengem-bangkan satu konsentrasi, memori keterampilan dan kemampuan untuk berpikir. Sejak bayi, seseorang harus belajar bagaimana untuk berkonsentrasi pada benda-benda dan orang lain. Proses ini meningkatkan kemampuan konsentrasi dapat mengambil bentuk yang berbeda dan dapat dibantu oleh berbagai kesempatan belajar yang muncul dalam kehidupan masyarakat (permainan, program pengalaman kerja, perjalanan, ilmu pengetahuan praktis kegiatan, dll).
Pengembangan keterampilan memori adalah alat yang sangat baik untuk melawan arus yang dominan instan informasi yang dikeluarkan oleh media. Akan berbahaya untuk menyimpulkan bahwa tidak ada gunanya orang meningkatkan keterampilan ingatan mereka karena banyak informasi kapasitas penyimpanan dan distribusi yang tersedia. Sementara beberapa selektivitas tidak diragukan lagi diperlukan ketika memilih fakta yang akan "dipelajari dengan hati", ada banyak contoh dari memori manusia kemampuan untuk mengalahkan komputer ketika datang untuk membangun hubungan antara menghafal fakta-fakta yang tampaknya memiliki sedikit sekali hubungannya dengan satu sama lain. Kemampuan manusia yang secara khusus asosiatif menghafal bukanlah sesuatu yang dapat dikurangi menjadi suatu proses otomatis, melainkan harus cermat. Lebih jauh lagi, ahli di bidang ini sepakat bahwa kemampuan memori harus dikembangkan dari masa kanak-kanak dan bahwa adalah berbahaya untuk menghentikan berbagai latihan tradisional di sekolah-sekolah hanya karena mereka dianggap membosankan.
Berfikir adalah sesuatu yang pertama anak-anak belajar dari orangtua mereka dan kemudian dari guru-guru mereka. Proses tersebut harus mencakup baik secara praktis pemecahan masalah dan pemikiran abstrak. Baik pendidikan dan penelitian karena itu harus menggabungkan deduktif dan penalaran induktif, yang sering diklaim sebagai proses yang berlawanan. Sementara salah satu bentuk penalaran mungkin lebih tepat daripada yang lain, tergantung pada mata pelajaran yang diajarkan, umumnya tidak mungkin untuk mengejar kereta pemikiran logis tanpa menggabungkan keduanya.
Proses belajar untuk berpikir adalah satu dan seumur hidup dapat ditingkatkan dengan segala macam pengalaman manusia. Dalam hal ini, sebagai pekerjaan orang menjadi kurang rutin, mereka akan menemukan bahwa keterampilan berpikir mereka semakin ditantang di tempat kerja mereka.
Jacques Delors (1996), sebagai ketua komisi penyusun Learning the Treasure Within, menegaskan adanya dua manfaat pengetahuan, yaitu pengetahuan sebagai alat (mean) dan pengetahuan sebagai hasil (end). Sebagai alat, pengetahuan digunakan untuk pencapaian berbagai tujuan, seperti: memahami lingkungan, hidup layak sesuai kondisi lingkungan, pengembangan keterampilan bekerja, berkomunikasi. Sebagai hasil, pengetahuan mereka dasar bagi kepuasaan memahami, mengetahui dan menemukan.
Pengetahuan terus berkembang, setiap saat ditemukan pengetahuan baru. Oleh karena itu belajar mengetahui harus terus dilakukan, bahkan ditingkatkan menjadi knowing much (berusaha tahu banyak).

C. LEARNING TO DO
Learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu) adalah sebuah aspek psiko-motorik yang harus diberikan kepada anak didik. Aspek psikomotorik ini dapat diter-jemahkan dalam segala kegiatan belajar mengajar. Proses pembelajaran dalam konsep learning to do adalah peserta didik haru mau dan mampu (berani) mengaktualisasi keterampilan yang dimilikinya, selain bakat dan minat yang telah dimiliki sejak awal. Berani mengaktualisasi minat dan bakatnya, berarti peserta didik diarahkan untuk menyadari kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Kelebihan yang dimiliki harus senantiasa diasah untuk meningkatkan kemanfaatannya (menambah keterampilannya) dan juga pengetahuan dan kekurangan yang dimiliki memberikan sebuah tantangan untuk memperbaiki sehingga perserta didik nantinya akan menjadi manusia yang lebih unggul dimasa yang akan datang.
Tempat berlangsungnya pendidikan (misalnya sekolah) harus mampu mem-fasilitasi peserta didik untuk mengaktualisasi dirinya. Kemajuan IPTEK telah mem-berikan dampak kepada pengurangan kebutuhan industri dan lapangan pekerjaan, yang dalam banyak hal telah tergantikan oleh adanya pekembangan bidang keteknikan dan komputer, serta sistem teknologi informasi. Namun walaupun demikian, perkembangan komputer dan keteknikan tentunya masih membutuhkan pekerja yang mempunyai kemampuan tinggi untuk mengoperasikan dan mengembangkan perangkat komputer tersebut sehingga nantinya komputer dan perangkat keteknikan akan membantu kehidupan manusia. Keterampilan yang dimiliki peserta akan sangat dibutuhkan sehingga pilar learning to do masih sangat relevan untuk diterapkan dalam sistem pendidikan.
Konsep Learning to do sebenarnya tidak hanya berisi bagaimana peserta didik mampu melakukan pekerjaan dengan keterampilan yang dimiliki, atau dngan kata lain dikatakan cukup mempunyai penguasaan motorik. Namun dengan kemajuan IPTEK tersebut, diperlukan kemampuan-kemampuan misalnya kemampuan untuk mendesain, meng-organisasi, mengontrol sebuah sistem, dan memperbaiki.
Dalam proses belajar mengajar, belajar melakukan sesuatu membutuhkan situasi yang sesuai dengan kenyataan yang nantinya akan dihadapi oleh peserta didik, atau secara konkrit peserta didik dilatih mendapatkan keterampilan yang tidak terbatas pada kemempuan secara motorik, akan tetapi juga diberikan bagaimana mengolah sebuah organisasi dan bekerja sama dengan orang lain.

D. LEARNING TO BE
Sebuah tahap yang pertama, Komisi kuat menegaskan kembali prinsip fundamental: pendidikan harus memberikan kontribusi bagi setiap orang pembangunan lengkap adalah pembangunan pikiran dan tubuh, kecerdasan, kepekaan, estetika penghargaan dan spiritualitas. Semua orang harus menerima di masa kanak-kanak dan remaja mereka pendidikan yang melengkapi mereka untuk mengembangkan independen mereka sendiri, cara berpikir kritis dan penilaian sehingga mereka dapat membuat pikiran mereka sendiri pada tindakan terbaik dalam situasi yang berbeda dalam hidup mereka.
Dalam hal ini, Komisi mencakup salah satu asumsi dasar yang tercantum dalam laporan Learning to Be : “tujuan pembangunan adalah pemenuhan lengkap manusia, di semua kekayaan kepribadiannya, kompleksitas dari bentuk-bentuk ekspresi dan berbagai komitmen sebagai individu, anggota keluarga dan masyarakat, warga dan produser, penemu teknik dan kreatif pemimpi.“
Pembangunan manusia ini, yang dimulai saat lahir dan berlanjut sepanjang hidup seseorang, adalah sebuah proses dialektika yang didasarkan baik pada pengetahuan diri dan hubungan dengan orang lain. Ini juga mensyaratkan pengalaman pribadi yang sukses. Sebagai sarana pelatihan kepribadian, pendidikan harus menjadi proses yang sangat individual dan pada saat yang sama interaktif pengalaman sosial.
Learning to Be mengungkapkan rasa takut dehumanisasi dunia, terkait dengan kemajuan teknis dan salah satu pesan utamanya adalah bahwa pendidikan harus memungkinkan setiap orang untuk dapat memecahkan masalah sendiri, membuat keputusan sendiri dan bahu tanggung jawab sendiri. Sejak saat itu, semua kemajuan dalam berbagai masyarakat, khususnya yang mengejutkan peningkatan kekuatan media, telah menggiatkan orang-orang ketakutan dan membuat imperatif bahwa mereka mendukung bahkan lebih sah. Alih-alih mendidik anak-anak untuk suatu masyarakat tertentu, tantangannya adalah untuk memastikan bahwa setiap orang selalu memiliki sumber daya pribadi dan intelektual peralatan yang diperlukan untuk memahami dunia dan berperilaku sebagai berpikiran adil, bertanggung jawab manusia. Lebih dari sebelumnya, tugas pokok pendidikan tampaknya untuk memastikan bahwa semua orang menikmati kebebasan berpikir, penilaian, perasaan, dan imajinasi untuk mengembangkan bakat mereka dan menjaga kontrol terhadap sebanyak hidup mereka karena mereka dapat.
Pengalaman baru-baru ini menunjukkan bahwa apa yang bisa muncul hanya sebagai mekanisme pertahanan pribadi terhadap suatu sistem mengasingkan atau sebuah sistem dianggap bermusuhan, juga menawarkan kesempatan terbaik untuk membuat kemajuan sosial. Perbedaan kepribadian, kemandirian dan inisiatif pribadi atau bahkan tugas untuk mengacaukan tatanan yang mapan adalah jaminan terbaik kreativitas dan inovasi.
Sebagai ekspresi jelas kebebasan manusia, mereka mungkin terancam oleh pembentukan tingkat tertentu keseragaman dalam perilaku individu. Abad Kedua puluh satu, abad yang bervariasi akan membutuhkan berbagai bakat dan kepribadian bahkan lebih daripada individu yang sangat berbakat, yang sama-sama penting dalam setiap masyarakat. Baik anak-anak dan orang muda harus ditawarkan setiap kesempatan untuk estetika, artistik, ilmiah, sosial dan budaya penemuan dan eksperimen, yang akan menyelesaikan presentasi yang menarik dari prestasi generasi sebelumnya atau sezaman mereka dalam bidang-bidang ini. Di sekolah, seni dan puisi harus mengambil tempat yang jauh lebih penting daripada mereka diberikan di banyak negara dengan pendidikan yang telah menjadi lebih utilitarian dari budaya. Kepedulian dengan mengembangkan imajinasi dan kreativitas juga harus mengembalikan nilai budaya lisan dan pengetahuan yang diambil dari anak-anak atau orang dewasa pengalaman.
Pendidikan yang diterapkan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau kebutuhan dari daerah tempat dilangsungkan pendidikan. Unsur muatan lokal yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan daerah setempat.
Learning to be (belajar untuk menjadi seseorang) erat hubungannya dengan bakat dan minat, perkembangan fisik dan kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Bagi anak yang agresif, proses pengembangan diri akan berjalan bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Sebaliknya bagi anak yang pasif, peran guru dan guru sebagai pengarah sekaligus fasilitator sangat dibutuhkan untuk pengembangan diri siswa secara maksimal.
Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima (take and give), perlu ditumbuhkembangkan. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya proses "learning to live together" (belajar untuk menjalani kehidupan bersama). Penerapan pilar keempat ini dirasakan makin penting dalam era globalisasi/era persaingan global. Perlu pemupukkan sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama agar tidak menimbulkan berbagai pertentangan yang bersumber pada hal-hal tersebut.
Dengan demikian kami simpulkan, tuntutan pendidikan sekarang dan masa depan harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap, kepribadian dan moral manusia Indonesia pada umumnya. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang demikian diharapkan dapat mendudukkan diri secara bermartabat di masyarakat dunia di era globalisasi ini.
Mengenai kecenderungan merosotnya pencapaian hasil pendidikan selama ini, langkah antisipatif yang perlu ditempuh adalah mengupayakan peningkatan partisipasi masyarakat terhadap dunia pendidikan, peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, serta perbaikan manajemen di setiap jenjang, jalur, dan jenis pendidikan. Untuk meningkatkan mutu pendidikan di daerah, khususnya di kabupaten/kota, seyogyanya dikaji lebih dulu kondisi obyektif dari unsur-unsur yang terkait pada mutu pendidikan, yaitu:
(1) Bagaimana kondisi gurunya? (persebaran, kualifikasi, kompetensi penguasaan materi, kompetensi pembelajaran, kompetensi sosial-personal, tingkat kesejahteraan);
(2) Bagaimana kurikulum disikapi dan diperlakukan oleh guru dan pejabat pendidikan daerah?
(3) Bagaimana bahan belajar yang dipakai oleh siswa dan guru? (proporsi buku dengan siswa, kualitas buku pelajaran);
(4) Apa saja yang dirujuk sebagai sumber belajar oleh guru dan siswa?
(5) Bagaimana kondisi prasarana belajar yang ada?
(6) Adakah sarana pendukung belajar lainnya? (jaringan sekolah dan masyarakat, jaringan antarsekolah, jaringan sekolah dengan pusat-pusat informasi)
(7) Bagaimana kondisi iklim belajar yang ada saat ini?
Mutu pendidikan dapat ditingkatkan dengan melakukan serangkaian pembenahan terhadap segala persoalan yang dihadapi. Pembenahan itu dapat berupa pembenahan terhadap kurikulum pendidikan yang dapat memberikan kemampuan dan keterampilan dasar minimal, menerapkan konsep belajar tuntas dan membangkitkan sikap kreatif, demokratis dan mandiri. Perlu diidentifikasi unsur-unsur yang ada di daerah yang dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi proses peningkatan mutu pendidikan, selain pemerintah daerah, misalnya kelompok pakar, paguyuban mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat daerah, perguruan tinggi, organisasi massa, organisasi politik, pusat penerbitan, studio radio/TV daerah, media masa/cetak daerah, situs internet, dan sanggar belajar.

E. LEARNING TO LIVE TOGETHER
Violence terlalu sering mendominasi kehidupan di dunia kontemporer, membentuk kontras yang menyedihkan dengan harapan yang beberapa orang telah mampu menempatkan dalam kemajuan manusia. Sejarah manusia terus-menerus telah terluka oleh konflik, tetapi risiko tinggi oleh dua unsur-unsur baru. Pertama, ada potensi luar biasa penghancuran diri yang diciptakan oleh manusia di abad kedua puluh. Kemudian, kita memiliki kemampuan media baru untuk menyediakan seluruh dunia dengan informasi dan laporan unverifiable konflik yang berkelanjutan. Opini publik menjadi pengamat tak berdaya atau bahkan seorang sandera dari mereka yang memulai atau mempertahankan konflik. Hingga saat ini pendidikan belum mampu berbuat banyak untuk mengurangi situasi ini.
Sementara gagasan pengajaran non-kekerasan di sekolah-sekolah ini tentunya patut dipuji, tampaknya cukup memadai jika kita melihat apa yang benar-benar terlibat. Tantangannya adalah sulit karena orang memiliki kecenderungan alami melebih-lebihkan kemampuan mereka sendiri atau mereka dari kelompok mana mereka berasal dan untuk menghibur prasangka terhadap orang lain. Selain itu, iklim persaingan umum yang berlaku baik dalam perekonomian domestik dan internasional cenderung untuk mengubah daya saing dan kesuksesan pribadi ke nilai-nilai modern. Bahkan, daya saing ini kini diterjemahkan ke dalam perang ekonomi yang tak kenal lelah dan ketegangan antara kaya dan miskin yang menghancurkan negara terpisah dan dunia dan memperburuk persaingan bersejarah. Sayangnya, dengan penafsiran yang salah tentang apa yang dimaksud dengan persaingan, pendidikan kadang-kadang membantu untuk mempertahankan keadaan ini.
Pengalaman menunjukkan bahwa tidaklah cukup untuk mengatur kontak dan komunikasi antara orang-orang yang bertanggung jawab untuk datang ke dalam konflik untuk mengurangi risiko ini (misalnya, di antar-ras atau antar-sekolah kelompok keagamaan). Jika kelompok-kelompok yang berbeda adalah pesaing atau jika mereka tidak mempunyai status yang sama di wilayah geografis yang sama, kontak tersebut mungkin memiliki efek berlawanan dengan yang diinginkan - mungkin membawa ketegangan tersembunyi dan merosot menjadi peluang untuk konflik. Jika, di sisi lain, kontak semacam ini diselenggarakan dalam pengaturan egaliter dan tujuan umum dan proyek-proyek yang dikejar, prasangka dan permusuhan laten dapat memberi jalan kepada yang lebih santai bentuk kerjasama, atau bahkan persahabatan.
Maka dapat kami simpulkan, akan tampak bahwa pendidikan harus mengadopsi dua pendekatan yang saling melengkapi. Dari anak usia dini, harus fokus pada penemuan orang lain dalam tahap pertama pendidikan. Pada tahap kedua pendidikan dan dalam pendidikan seumur hidup, itu harus mendorong keterlibatan dalam proyek-proyek umum. Hal ini tampaknya menjadi cara yang efektif untuk menghindari konflik atau menyelesaikan konflik laten.
Salah satu tugas pendidikan adalah baik untuk mengajar siswa dan mahasiswa tentang keragaman manusia dan untuk menanamkan dalam diri mereka kesadaran akan persamaan dan saling ketergantungan antara semua orang. Dari awal masa kanak-kanak, sekolah harus merebut setiap kesempatan untuk mengejar ini bercabang dua pendekatan. Beberapa subjek meminjamkan diri untuk ini, geografi manusia dalam pendidikan dasar, bahasa asing dan sastra di kemudian hari.
Selain itu, apakah pendidikan ini disediakan oleh keluarga, masyarakat atau sekolah, anak-anak harus diajarkan untuk memahami reaksi orang lain dengan melihat sesuatu dari sudut pandang mereka. Mana semangat empati ini didorong di sekolah, ia memiliki efek positif pada orang-orang muda 'perilaku sosial selama sisa hidup mereka. Sebagai contoh, mengajar anak-anak untuk melihat dunia melalui mata etnis lain atau kelompok-kelompok agama adalah suatu cara untuk menghindari beberapa kesalahpahaman yang menimbulkan kebencian dan kekerasan di antara orang dewasa.
Dengan demikian, kami menyimpulkan bahwa mengajar sejarah agama atau adat istiadat dapat menyediakan alat referensi yang berguna untuk membentuk perilaku masa depan. Terakhir, pengakuan terhadap hak-hak orang lain tidak boleh membahayakan dengan cara anak-anak dan kaum muda yang diajarkan. Guru yang begitu dogmatis bahwa mereka menahan rasa penasaran atau kritik sehat, bukan mengajar murid-muridnya bagaimana cara untuk terlibat dalam perdebatan dapat melakukan lebih banyak ruginya daripada kebaikan. Lupa bahwa mereka menempatkan diri di seberang sebagai model, mereka mungkin, karena sikap mereka, menimbulkan kerugian seumur hidup murid-murid mereka dalam hal yang terakhir keterbukaan pada orang lain dan kemampuan mereka untuk menghadapi ketegangan yang tak terelakkan antara individu-individu, kelompok dan bangsa. Salah satu alat yang penting untuk pendidikan di abad dua puluh satu akan cocok forum dialog dan diskusi.


DAFTAR PUSTAKA

 Sutikno, Sobri M. 2008. “Belajar dan Pembelajaran”. Bandung: Prospect.
 Uus Ruswandi, A. Heris Hermawan, Nurhamzah. 2008. ”Landasan Pendidikan”. Bandung: Insan Mandiri.
 http://www.idonbiu.com/2009/05/pengertian-pakem.html
 http://mbahbrata-edu.blogspot.com/2008/09/apa-itu-pakem.html
 http://www.infoskripsi.com/Article/Quantum-Learning.html