Sabtu, 28 Mei 2011

Perubahan Paradigma Dlam Bidang Pendidikan

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran Biologi yang dibimbing oleh Bapak Drs. Muh. Muttaqin


Disusun Oleh:
Nur Euis Istiqomah
208 203 952


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2009

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah swt. Salawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad saw, yang telah membawa kita kepada gerbang keselamatan. Kami membuat laporan ini bertujuan agar pembaca semua bisa memahami materi yang akan kami tuangkan dalam sebuah diskusi, yang membahas tentang “PERUBAHAN PARADIGMA DALAM BIDANG PENDIDIKAN”.
Semoga apa yang telah kami lakukan bisa bermanfaat umumnya bagi pembaca khususnya bagi kami semagai penulis, dan tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memebantu kami dalam penyusunan laporan ini.
Laporan ini kami buat dengan semaksimal mungkin, namun apabila dalam pembuatan makalah ini ada kekeliruan, kami mohon pembaca dapat memakluminya dan semoga untuk kedepannya kami bisa lebih baik dalam pembuatan laporan-laporan yang lainnya. Terima kasih.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.


Bandung, November 2009

Penulis



PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PAKEM
1. Definisi PAKEM
PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain.
Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa. Secara garis besar, gambaran PAKEM adalah sebagai berikut:
1. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
2. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
3. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan “pojok baca”.
4. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
5. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
Hasil belajar pendidikan di Indonesia masih dipandang kurang baik. Sebagian besar siswa belum mampu menggapai ideal atau optimal yang dimilikinya. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan proses pembelajaran dari kebiasaan yang sudah berlangsung selama ini.
Pembelajaran yang saat ini dikembangkan dan banyak dikenal ke seluruh pelosok tanah air adalah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan atau disingkat dengan PAKEM. Disebut demikian karena pembelajaran ini dirancang agar mengaktifkan anak, mengembangkan kreatifitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan.
2. Pelaksanaan PAKEM
Komponen pembelajaran merupakan hal baru yang berbeda dengan kebiasaan pembelajaran selama ini. Guru merancang dan mengelola KBM yang mendorong siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Guru melaksanakan KBM dalam kegiatan yang beragam, misalnya :
 Percobaan
 Diskusi kelompok
 Memecahkan masalah
 Mencari informasi
 Menulis laporan, cerita atau puisi
 Berkunjung keluar kelas
Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam. Semua mata pelajaran, guru menggunakan, misal:
 Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri
 Gambar
 Studi kasus
 Narasumber
 Lingkungan
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan siswa:
 Melakukan percobaan, pengamatan, atau wawancara
 Mengumpulkan data atau jawaban dan mengolahnya sendiri
 Menarik kesimpulan
 Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri
 Menulis laporan atau hasil karya lain dengan kata-kata sendiri.
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan melalui :
 Diskusi
 Lebih banyak pertanyaan terbuka hasil karya yang merupakan pemikiran anak sendiri
Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa dengan:
 Mengelompokkan siswa sesuai dengan kemampuan (untuk kegiatan tertentu)
 Menyesuaikan bahan pelajaran dengan kemampuan kelompok tersebut
 Memberikan tugas perbaikan atau pengayaan
Guru mengaitkan KBM dalam pengalaman siswa sehari-hari dengan cara:
 Siswa menceritakan atau memanfaatkan pengalaman sendirinya.
 Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari
 Menilai KBM dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus
 Guru memantau kerja siswa
 Guru memberikan umpan balik
3. Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan dalam Melaksanakan PAKEM
a. Memahami sifat yang dimiliki anak
Pada dasarnya anak memiliki sifat : rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau bukan anak Indonesia, selama mereka normal, terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap atau berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat anugerah Tuhan tersebut. Suasana pembelajran yang ditunjukkan oleh guru memuji anak karena hasil karyanya,guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru mendorong anak untuk melakukan percobaan, nisalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud.
b. Mengenal anak secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM (Pembelajaran Aktif, Efektif, dan Menyenangkan) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga anak tersebut belajar secara optimal.
c. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka unuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.
d. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan kemampuan
memecahkan masalah
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal tersebut memerlukan kemampuan untuk berpikir kritis dan kreatif, kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternative pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sesering-seringnya memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika….” Lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa, berapa, kapan,” yang umumnya tertutup hanya ada satu jawaban yang benar).
e. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sabaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam KBM karena dapat dijadikan rujukan ketika mambahas suatu masalah.
f. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik,sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga dipakai sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber beajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak harus keluar kelas. Bahkan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat mengembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasikan, membuat tulisan, dan membuat gambar atau diagram.
g. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.
h. Membedakan antara aktif fisik dan akif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa keliahatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling berhadapan, Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat perkembangannya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut : takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah.Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan pada ”PAKEM”.
4. PENDEKATAN BELAJAR AKTIF
Setelah memahami pengertian dan gambaran PAKEM, maka perlu membuktikan pemahaman itu melalui pembuatan persiapan PAKEM dan melaksanakan dengan baik, dalam sekolah dalam mengembangkan PAKEM ini, masih perlu tentang pendekatan belajar aktif.
a) Pengertian Pendekatan Belajar Aktif
Pedekatan Belajar Aktif adalah cara pandang yang menganggap belajar sebagai kegiatan membangun makna/pengertian terhadap pengalaman dan informasi, yang dilakukan oleh pembelajar, bukan oleh pengajar, serta menganggap mengajar sebagai kegiatan menciptakan suasana yang mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab belajar pembelajar sehingga berkeinginan terus untuk belajar selama hidupnya, dan tidak tergantung kepada guru/orang laian bila mereka mempelajari hal-hal yang baru. Jadi belajar itu menganggap guru lebih sebagai tukang kebun yang memelihara tanaman, dan bukan guru sebagai penuang air ke dalam gelas kosong. Menganggap siswa lebih sebagai tanaman yang memiliki kemampuan untuk tumbuh sendiri daripada sebagai gelas kosong yang hanya dapat penuh bila ada yang mengisi.
b) Perlunya Belajar Aktif
Paling sedikit ada tiga alasan mengapa Belajar Aktif perlu diterapkan
 Karateristik anak
 Hakekat belajar
 Karakteristik lulusan yang dikehendaki
1. Karakteristik anak
Karakteristik anak pada dasarnya anak dilahirkan dengan memiliki sifat ingin tahu dan imajinasi. Anak desa, anak kota anak orang miskin, anak orang kaya, anak Indonesia, an anak bukan Indonesia semuanya selama normal mereka memiliki kedua hal tersebut. Sifat ngin tahu merupakan modal dasar bagi perkembangnya sikap kritis,dan imajinasi bagi prilaku kreatif.
2. Hakekat Belajar
Belajar adalah proses menemukan dan membangun makna/pengertian, oleh pembelajar, terhadap informasi dan pengalaman, yang disaring melalui persepsi, pikiran dan perasaan si pembelajar. Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru. Pengetahuan dibangun sendiri oleh pembelajar.
3. Karakteristik Lulusan yang Dikehendaki
Agar mampu bertahan dan berhasil dalam hidup, lulusan yang diinginkan adalah generasi yang :
 Peka
 Mandiri (termasuk kreatif), dan
 Bertangung jawab.
Peka berarti berpikir tajam, kritis, dan tangap terhadap pikiran dan perasaan orang lain. Mandiri berarti berani dan mampu bertindak tanpa selalu tergantung pada orang lain. Bertanggung jawab berarti siap menerima akibat dari keputusan dan tinakan yang diambil.
Mengingat ketiga alasan tersebut: Karateristik anak, hakekat belajar, dan karakteristik lulusan yang dikehendaki, maka Belajar Aktif tampaknya merupakan pendekatan belajar-mengajar yang cocok untuk menghasilkan luusan yang dikehendaki itu.
c) Suasana Belajar Aktif
Suasana belajar megajar yang membuat siswa melakukan pengalaman, interaksi, komunikasi dan refleksi.

a. Pengalaman
Anak akan belajar banyak melalui berbuat, pengalaman langsung men gaktifkan lebih banyak indra daripada hanya melalui mendengarkan. Mengenal ada benda tenggelam dan terapung dalam air lebih mantap bila mencobanya sendiri daripada hanya menerima penjelasan guru.
b. Interaksi
Belajar akan terjadi dan meningkat kualitasnya bila berlangsung dalam suasana interaksi dengan orang lain: berdiskusi, saling bertanya dan mempertanyakan, dan atau saling menjelaskan. Pada saat orang lain mempertanyakan pendapata kita atau apa yang kita kerjakan, maka kita terpacu untuk berfikir menguraikan lebih jelas lagi sehingga kualitas pendapat itu menjadi lebih baik.
c. Komunikasi
Pengungkapan pikiran dan perasaan, baik lisan maupun tulis, merupakan kebutuhan setiap manusia dalam rangka mengngkapkan dirinya untuk mencapai kepuasan. Pengungkapan pikiran, baik dalam rangka mengemukakan gagasan sendiri maupun menilai gagasan orang lain akan memantapkan pemahaman seseorang tentang apa sedang dipikirkan atau dipelajari.
d. Refleksi
Bila seseorang mengungkapkan gagasannya kepada orang laian dan mendapat tanggapan, maka orang itu akan merenungkan kembali (refleksi) gagasannya, kemudian melakukan perbaikan, sehingga memiliki gagasan yang lebih mantap. Refleksi dapat terjadi sebagai akibat dari interaksi dan komunikasi. Umpan balik dari guru atau siswa lain terhdap hasil kerjanya seorang siswa, yang berupa pertanyaan yang menantang (membuat siswa berfikir) dapat merupakan pemicu bagi siswa untuk melakukan refleksi tentang apa yang sedang dipikirkan atau dipelajari.
d) Sikap guru yang menerapkan Belajar Aktif
Sesuai dengan pengertian mengajar di atas yaitu menciptakan suasana yang mengembangkan inisiatif dan tanggunng jawab belajar siswa, maka sikap dan prilaku guru hendaknya :
 Terbuka, mau mendengarkan pendapat siswa;
 Membiasakan siswa untuk mendengarkan bila guru siswa berbicara;
 Menghargai perbedaan pendapat;
 Mentolelir, salah dan mendorong untuk memperbaiki;
 Menunmbuhka rasa percaya diri siswa;
 Memberi umpan balik terhadap hasil kerja siswa;
 Tidak terlalu cepat membantu siswa;
 Tidak kikir untuk memuji menghargai siswa;
 Tidak mentertawakan pendapat atau hasil karya siswa sekalipun kurang berkualitas;
 Mendorong siswa untuk tidak takut salah dan berani menanggung resiko.
e) Ruang kelas yang menunjang Belajar Aktif
Ruang kelas yang dapat menunjang belajar aktif pada siswa harus memiliki kriteria:
 Berisi banyak sumber belajar, seperti buku dan benda yang nyata;
 Berisi banyak alat bantu belajar, seperti batu, lidi, tanaman,dan alat peraga sederhana;
 Berisi banyak hasil kerja siswa, seperti lukisan, laporan percobaan, tugas individu yang memecahan masalah, puisi, teks pidato, dan alat hasil percobaan;
 Letak bangku dan meja diatur sedemikian rupa sehingga siswa leluasa untuk bergerak.
f) Kegiatan dalam Belajar Aktif
Komponen-komponen kegiatan siswa dan guru dalam proses belajar mengajar meliputi: 1. PENGALAMAN
 Melakukan pengamatan
 Melakukan percobaan
 Membaca
 Melakukan wawancara
 Menghitung
 Mengukur
 Membuat sesuatu
 Menciptakan kegiatan yang beragam
 Mengamatai siswa bekerjadan sesekali mengajukan pertanyaan yang menantang
2. INTERAKSI
 Berdikusi
 Mendengarkan dan sesekali mengajukan pertanyaan yang menantang
 Mengajukan pertanyaan
 Mendengarkan, tidak mentertawakan, dan memberi kesempatan terlebih dahulu kepada siswa lain untuk menjawab
 Meminta pendapat orang lain
 Mendengarkan
 Meminta pendapat siswa lain
 Memberi komentar
 Mendengarkan, sesekali mengajukan pertanyaan yang menantang, memberi kesempatan kepada siswa lain untuk memberi pendapat tentang komentar tersebut
 Bekerja dalam kelompok
 Berkeliling ke kelompok, sesekali duduk bersama kelompok, mendengarkan perbincangan kelompok, dan sesekali memberikan komentar pertanyaan yang menantang
3. KOMUNIKASI
 Mendemontrasikan atau mempertunjukkan
 Menjelaskan
 Memperhatikan atau memberi komentar atau pertanyaan yang menantang
 Berbicara
 Bercerita
 Menceritakan
 Mendengarkan atau memberi komentar atau mempertanyakan
 Melaporkan lisan atau tulis
 Mengemukakan pikiran atau pendapat (lisan atau tulis)
 Tidak mentertawakan
 Memajangkan hasi karya
 Memantau agar pajangan dalam jangkauan baca siswa
4. REFLEKSI
 Memikirkan kembali hasil kerja atau pikiran sendiri
 Mempertanyakan
 Meminta siswa lain untuk memberikan komentar atau pendapat.

B. EMPAT LEARNING PARADIGMA
Quantum Learning merupakan suatu kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman daya ingat, serta belajar sebagai proses yang menyenangkan dan bermakana. Quantum Learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan penelitian yang disebutnya suggestology. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar.
Quantum Learning mencakup aspek-aspek penting tentang cara otak mengatur informasi. Menurut DePorter dkk (2002:16), “Quantum Learning adalah interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya”. Dengan mengutip rumus Albert Einstein, yakni E=mc2, DePorter memisalkan kekuatan energi ke dalam analogi tubuh manusia yang secara fisik adalah materi. Sehingga tujuan belajar menurut Quantum Learning adalah meraih sebanyak mungkin cahaya.
Berdasarkan uraian tersebut, dibuat model pembelajaran yang mendorong kecerdasan linguistuik, visual, kinestetik, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan intuisi.
Menurut DePorter (2002:54) dalam pembelajaran Quantum Learning ada 5 ciri spesifik yang berguna untuk meningkatkan otak untuk memahami suatu informasi yang diberikan. Ciri-ciri tersebut adalah:
• Learning To Know yang artinya belajar untuk mengetahui
• Learning To Do yang artinya belajar untuk melakukan
• Learning To Be yang artinya belajar untuk menjadi dirinya sendiri
• Learning To Live Together yang artinya belajar untuk kebersamaan
Guru dituntut untuk memiliki metode belajar yang bervariasai dan kreatif, karena cara-cara berpikir anak itu lebih logis, kritis, rasa ingin tahu tinggi.
Dalam buku Quantum Learning yang ditulis oleh Bobbi DePorter dan Mike Hernacki ada 3 (tiga) metode utama dalam pembelajaran Quantum Learning
• Mind Mapping yang artinya peta pikiran.
• Speed Reading yang artinya membaca cepat
Super Memory System yang artinya menoptimalkan daya ingat Pendidikan menurut Unesco, meliputi empat pilar, yaitu: "learning to know, learning to do, learning to be", dan "learning to live together". Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Belajar untuk mengetahui (learning to know) dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupan.
Pendidikan juga merupakan proses belajar untuk bisa melakukan sesuatu (learning to do). Proses belajar menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan, perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon suatu stimulus. Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.
Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri. Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, dan sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together).
Dalam upaya memenuhi empat pilar pendidikan tersebut di atas, pendidikan tidak dapat dibiarkan berjalan secara apa adanya. Pendidikan secara kelembagaan harus dikelola secara cerdas dan profesional. Proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan dalam pendidikan harus dilakukan secara sistemik dan sistematis serta diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

A. LEARNING TO KNOW
Belajar mengetahui berkenaan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan informasi. Dewasa ini terdapat ledakan informasi dan pengetahuan. Hal itu bukan saja disebabkan karena adanya perkembangan yang sangat cepat dalam bidang ilmu dan teknologi, tetapi juga karena perkembangan teknologi yang sangat cepat, terutama dalam bidang elektronika, memungkinkan sejumlah besar informasi dan pengetahuan tersimpan, bisa diperoleh dan disebarkan secara cepat dan hampir menjangkau seluruh planet bumi. Belajar mengetahui merupakan kegiatan untuk memperoleh, memperdalam dan memanfaatkan pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dengan berbagai upaya perolehan pengetahuan, melalui membaca, mengakses internet, bertanya, mengikuti kuliah, dll. Pengetahuan dikuasai melalui hafalan, tanya-jawab, diskusi, latihan pemecahan masalah, penerapan, dll. Pengetahuan dimanfaatkan untuk mencapai berbagai tujuan: memperluas wawasan, meningkatakan kemampuan, memecahkan masalah, belajar lebih lanjut, dll.
Tipenya belajar kurang berkaitan dengan akuisisi pengetahuan terstruktur dibandingkan dengan penguasaan alat belajar. Ini dapat dianggap baik sebagai sarana dan mengakhiri keberadaan manusia. Melihatnya sebagai alat, orang harus belajar untuk memahami dunia di sekitar mereka, setidaknya sebanyak yang diperlukan bagi mereka untuk memimpin hidup mereka dengan martabat, pekerjaan mengembangkan keterampilan dan berkomunikasi dengan orang lain. Dianggap sebagai tujuan, itu didukung oleh kesenangan yang dapat diperoleh dari pemahaman, pengetahuan dan penemuan. Aspek pembelajaran biasanya dinikmati oleh peneliti, tetapi pengajaran yang baik dapat membantu setiap orang untuk menikmatinya. Bahkan jika studi demi dirinya sendiri adalah mengejar sekarat dengan begitu banyak tekanan saat ini sedang memakai dipasarkan perolehan keterampilan, peningkatan sekolah-meninggalkan usia dan kenaikan waktu senggang harus menyediakan lebih banyak kesempatan untuk orang dewasa dengan studi pribadi. Yang lebih luas pengetahuan kita, semakin baik kita dapat memahami berbagai aspek dari lingkungan kita. Studi semacam itu mendorong keingintahuan intelektual yang lebih besar, mempertajam daya kritis dan memungkinkan orang untuk mengembangkan penilaian independen mereka sendiri di dunia di sekitar mereka.
Dari sudut pandang, semua anak tak peduli di mana mereka hidup, harus memiliki kesempatan untuk menerima pendidikan sains yang sesuai dan menjadi sahabat ilmu pengetahuan sepanjang hidup mereka.
Namun, karena pengetahuan adalah aneka dan mampu pembangunan hampir tak terbatas, setiap usaha untuk mengetahui segala sesuatu menjadi lebih dan lebih berguna. Bahkan, setelah tahap pendidikan dasar, gagasan menjadi multi-spesialis subjek hanyalah ilusi. Awal universitas sekunder dan sebagian karena itu kurikulum dirancang sekitar disiplin ilmu dengan tujuan untuk memberi siswa alat-alat, ide-ide dan metode referensi yang merupakan produk mutakhir ilmu pengetahuan dan paradigma kontemporer. Semacam itu tidak boleh mengecualikan spesialisasi pendidikan umum, bahkan tidak untuk masa depan peneliti yang akan bekerja di laboratorium khusus. Yang benar-benar orang terpelajar saat ini kebutuhan pendidikan umum yang luas dan kesempatan untuk mempelajari sejumlah kecil mata pelajaran secara mendalam.
Dua cabang ini harus diterapkan pendekatan yang benar melalui pendidikan. Alasannya adalah bahwa pendidikan umum, yang memberikan kesempatan murid untuk belajar bahasa lain dan menjadi akrab dengan mata pelajaran lain, pertama-tama dan terutama menyediakan cara berkomunikasi dengan orang lain. Jika spesialis jarang menginjakkan kaki di luar lingkaran ilmiah mereka sendiri, mereka cenderung kehilangan minat pada apa yang dilakukan orang lain. Tanpa menghiraukan keadaan, mereka akan menemukan bekerja dengan orang lain masalah. . Di sisi lain, pendidikan umum, yang menempa spasial dan temporal hubungan antara masyarakat, cenderung membuat orang lebih mudah menerima cabang pengetahuan lain. Sementara sejarah ilmu pengetahuan yang ditulis oleh sejarawan, ilmuwan menemukan berguna. Dengan cara yang sama, pengacara, sosiolog dan ilmuwan politik semakin membutuhkan ekonomi dasar. Terakhir, beberapa terobosan dalam kemajuan pengetahuan manusia terjadi pada antarmuka dari spesialisasi yang berbeda.
Penghasilan untuk mengetahui berarti belajar cara belajar dengan mengem-bangkan satu konsentrasi, memori keterampilan dan kemampuan untuk berpikir. Sejak bayi, seseorang harus belajar bagaimana untuk berkonsentrasi pada benda-benda dan orang lain. Proses ini meningkatkan kemampuan konsentrasi dapat mengambil bentuk yang berbeda dan dapat dibantu oleh berbagai kesempatan belajar yang muncul dalam kehidupan masyarakat (permainan, program pengalaman kerja, perjalanan, ilmu pengetahuan praktis kegiatan, dll).
Pengembangan keterampilan memori adalah alat yang sangat baik untuk melawan arus yang dominan instan informasi yang dikeluarkan oleh media. Akan berbahaya untuk menyimpulkan bahwa tidak ada gunanya orang meningkatkan keterampilan ingatan mereka karena banyak informasi kapasitas penyimpanan dan distribusi yang tersedia. Sementara beberapa selektivitas tidak diragukan lagi diperlukan ketika memilih fakta yang akan "dipelajari dengan hati", ada banyak contoh dari memori manusia kemampuan untuk mengalahkan komputer ketika datang untuk membangun hubungan antara menghafal fakta-fakta yang tampaknya memiliki sedikit sekali hubungannya dengan satu sama lain. Kemampuan manusia yang secara khusus asosiatif menghafal bukanlah sesuatu yang dapat dikurangi menjadi suatu proses otomatis, melainkan harus cermat. Lebih jauh lagi, ahli di bidang ini sepakat bahwa kemampuan memori harus dikembangkan dari masa kanak-kanak dan bahwa adalah berbahaya untuk menghentikan berbagai latihan tradisional di sekolah-sekolah hanya karena mereka dianggap membosankan.
Berfikir adalah sesuatu yang pertama anak-anak belajar dari orangtua mereka dan kemudian dari guru-guru mereka. Proses tersebut harus mencakup baik secara praktis pemecahan masalah dan pemikiran abstrak. Baik pendidikan dan penelitian karena itu harus menggabungkan deduktif dan penalaran induktif, yang sering diklaim sebagai proses yang berlawanan. Sementara salah satu bentuk penalaran mungkin lebih tepat daripada yang lain, tergantung pada mata pelajaran yang diajarkan, umumnya tidak mungkin untuk mengejar kereta pemikiran logis tanpa menggabungkan keduanya.
Proses belajar untuk berpikir adalah satu dan seumur hidup dapat ditingkatkan dengan segala macam pengalaman manusia. Dalam hal ini, sebagai pekerjaan orang menjadi kurang rutin, mereka akan menemukan bahwa keterampilan berpikir mereka semakin ditantang di tempat kerja mereka.
Jacques Delors (1996), sebagai ketua komisi penyusun Learning the Treasure Within, menegaskan adanya dua manfaat pengetahuan, yaitu pengetahuan sebagai alat (mean) dan pengetahuan sebagai hasil (end). Sebagai alat, pengetahuan digunakan untuk pencapaian berbagai tujuan, seperti: memahami lingkungan, hidup layak sesuai kondisi lingkungan, pengembangan keterampilan bekerja, berkomunikasi. Sebagai hasil, pengetahuan mereka dasar bagi kepuasaan memahami, mengetahui dan menemukan.
Pengetahuan terus berkembang, setiap saat ditemukan pengetahuan baru. Oleh karena itu belajar mengetahui harus terus dilakukan, bahkan ditingkatkan menjadi knowing much (berusaha tahu banyak).

C. LEARNING TO DO
Learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu) adalah sebuah aspek psiko-motorik yang harus diberikan kepada anak didik. Aspek psikomotorik ini dapat diter-jemahkan dalam segala kegiatan belajar mengajar. Proses pembelajaran dalam konsep learning to do adalah peserta didik haru mau dan mampu (berani) mengaktualisasi keterampilan yang dimilikinya, selain bakat dan minat yang telah dimiliki sejak awal. Berani mengaktualisasi minat dan bakatnya, berarti peserta didik diarahkan untuk menyadari kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Kelebihan yang dimiliki harus senantiasa diasah untuk meningkatkan kemanfaatannya (menambah keterampilannya) dan juga pengetahuan dan kekurangan yang dimiliki memberikan sebuah tantangan untuk memperbaiki sehingga perserta didik nantinya akan menjadi manusia yang lebih unggul dimasa yang akan datang.
Tempat berlangsungnya pendidikan (misalnya sekolah) harus mampu mem-fasilitasi peserta didik untuk mengaktualisasi dirinya. Kemajuan IPTEK telah mem-berikan dampak kepada pengurangan kebutuhan industri dan lapangan pekerjaan, yang dalam banyak hal telah tergantikan oleh adanya pekembangan bidang keteknikan dan komputer, serta sistem teknologi informasi. Namun walaupun demikian, perkembangan komputer dan keteknikan tentunya masih membutuhkan pekerja yang mempunyai kemampuan tinggi untuk mengoperasikan dan mengembangkan perangkat komputer tersebut sehingga nantinya komputer dan perangkat keteknikan akan membantu kehidupan manusia. Keterampilan yang dimiliki peserta akan sangat dibutuhkan sehingga pilar learning to do masih sangat relevan untuk diterapkan dalam sistem pendidikan.
Konsep Learning to do sebenarnya tidak hanya berisi bagaimana peserta didik mampu melakukan pekerjaan dengan keterampilan yang dimiliki, atau dngan kata lain dikatakan cukup mempunyai penguasaan motorik. Namun dengan kemajuan IPTEK tersebut, diperlukan kemampuan-kemampuan misalnya kemampuan untuk mendesain, meng-organisasi, mengontrol sebuah sistem, dan memperbaiki.
Dalam proses belajar mengajar, belajar melakukan sesuatu membutuhkan situasi yang sesuai dengan kenyataan yang nantinya akan dihadapi oleh peserta didik, atau secara konkrit peserta didik dilatih mendapatkan keterampilan yang tidak terbatas pada kemempuan secara motorik, akan tetapi juga diberikan bagaimana mengolah sebuah organisasi dan bekerja sama dengan orang lain.

D. LEARNING TO BE
Sebuah tahap yang pertama, Komisi kuat menegaskan kembali prinsip fundamental: pendidikan harus memberikan kontribusi bagi setiap orang pembangunan lengkap adalah pembangunan pikiran dan tubuh, kecerdasan, kepekaan, estetika penghargaan dan spiritualitas. Semua orang harus menerima di masa kanak-kanak dan remaja mereka pendidikan yang melengkapi mereka untuk mengembangkan independen mereka sendiri, cara berpikir kritis dan penilaian sehingga mereka dapat membuat pikiran mereka sendiri pada tindakan terbaik dalam situasi yang berbeda dalam hidup mereka.
Dalam hal ini, Komisi mencakup salah satu asumsi dasar yang tercantum dalam laporan Learning to Be : “tujuan pembangunan adalah pemenuhan lengkap manusia, di semua kekayaan kepribadiannya, kompleksitas dari bentuk-bentuk ekspresi dan berbagai komitmen sebagai individu, anggota keluarga dan masyarakat, warga dan produser, penemu teknik dan kreatif pemimpi.“
Pembangunan manusia ini, yang dimulai saat lahir dan berlanjut sepanjang hidup seseorang, adalah sebuah proses dialektika yang didasarkan baik pada pengetahuan diri dan hubungan dengan orang lain. Ini juga mensyaratkan pengalaman pribadi yang sukses. Sebagai sarana pelatihan kepribadian, pendidikan harus menjadi proses yang sangat individual dan pada saat yang sama interaktif pengalaman sosial.
Learning to Be mengungkapkan rasa takut dehumanisasi dunia, terkait dengan kemajuan teknis dan salah satu pesan utamanya adalah bahwa pendidikan harus memungkinkan setiap orang untuk dapat memecahkan masalah sendiri, membuat keputusan sendiri dan bahu tanggung jawab sendiri. Sejak saat itu, semua kemajuan dalam berbagai masyarakat, khususnya yang mengejutkan peningkatan kekuatan media, telah menggiatkan orang-orang ketakutan dan membuat imperatif bahwa mereka mendukung bahkan lebih sah. Alih-alih mendidik anak-anak untuk suatu masyarakat tertentu, tantangannya adalah untuk memastikan bahwa setiap orang selalu memiliki sumber daya pribadi dan intelektual peralatan yang diperlukan untuk memahami dunia dan berperilaku sebagai berpikiran adil, bertanggung jawab manusia. Lebih dari sebelumnya, tugas pokok pendidikan tampaknya untuk memastikan bahwa semua orang menikmati kebebasan berpikir, penilaian, perasaan, dan imajinasi untuk mengembangkan bakat mereka dan menjaga kontrol terhadap sebanyak hidup mereka karena mereka dapat.
Pengalaman baru-baru ini menunjukkan bahwa apa yang bisa muncul hanya sebagai mekanisme pertahanan pribadi terhadap suatu sistem mengasingkan atau sebuah sistem dianggap bermusuhan, juga menawarkan kesempatan terbaik untuk membuat kemajuan sosial. Perbedaan kepribadian, kemandirian dan inisiatif pribadi atau bahkan tugas untuk mengacaukan tatanan yang mapan adalah jaminan terbaik kreativitas dan inovasi.
Sebagai ekspresi jelas kebebasan manusia, mereka mungkin terancam oleh pembentukan tingkat tertentu keseragaman dalam perilaku individu. Abad Kedua puluh satu, abad yang bervariasi akan membutuhkan berbagai bakat dan kepribadian bahkan lebih daripada individu yang sangat berbakat, yang sama-sama penting dalam setiap masyarakat. Baik anak-anak dan orang muda harus ditawarkan setiap kesempatan untuk estetika, artistik, ilmiah, sosial dan budaya penemuan dan eksperimen, yang akan menyelesaikan presentasi yang menarik dari prestasi generasi sebelumnya atau sezaman mereka dalam bidang-bidang ini. Di sekolah, seni dan puisi harus mengambil tempat yang jauh lebih penting daripada mereka diberikan di banyak negara dengan pendidikan yang telah menjadi lebih utilitarian dari budaya. Kepedulian dengan mengembangkan imajinasi dan kreativitas juga harus mengembalikan nilai budaya lisan dan pengetahuan yang diambil dari anak-anak atau orang dewasa pengalaman.
Pendidikan yang diterapkan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau kebutuhan dari daerah tempat dilangsungkan pendidikan. Unsur muatan lokal yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan daerah setempat.
Learning to be (belajar untuk menjadi seseorang) erat hubungannya dengan bakat dan minat, perkembangan fisik dan kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Bagi anak yang agresif, proses pengembangan diri akan berjalan bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Sebaliknya bagi anak yang pasif, peran guru dan guru sebagai pengarah sekaligus fasilitator sangat dibutuhkan untuk pengembangan diri siswa secara maksimal.
Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima (take and give), perlu ditumbuhkembangkan. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya proses "learning to live together" (belajar untuk menjalani kehidupan bersama). Penerapan pilar keempat ini dirasakan makin penting dalam era globalisasi/era persaingan global. Perlu pemupukkan sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama agar tidak menimbulkan berbagai pertentangan yang bersumber pada hal-hal tersebut.
Dengan demikian kami simpulkan, tuntutan pendidikan sekarang dan masa depan harus diarahkan pada peningkatan kualitas kemampuan intelektual dan profesional serta sikap, kepribadian dan moral manusia Indonesia pada umumnya. Dengan kemampuan dan sikap manusia Indonesia yang demikian diharapkan dapat mendudukkan diri secara bermartabat di masyarakat dunia di era globalisasi ini.
Mengenai kecenderungan merosotnya pencapaian hasil pendidikan selama ini, langkah antisipatif yang perlu ditempuh adalah mengupayakan peningkatan partisipasi masyarakat terhadap dunia pendidikan, peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, serta perbaikan manajemen di setiap jenjang, jalur, dan jenis pendidikan. Untuk meningkatkan mutu pendidikan di daerah, khususnya di kabupaten/kota, seyogyanya dikaji lebih dulu kondisi obyektif dari unsur-unsur yang terkait pada mutu pendidikan, yaitu:
(1) Bagaimana kondisi gurunya? (persebaran, kualifikasi, kompetensi penguasaan materi, kompetensi pembelajaran, kompetensi sosial-personal, tingkat kesejahteraan);
(2) Bagaimana kurikulum disikapi dan diperlakukan oleh guru dan pejabat pendidikan daerah?
(3) Bagaimana bahan belajar yang dipakai oleh siswa dan guru? (proporsi buku dengan siswa, kualitas buku pelajaran);
(4) Apa saja yang dirujuk sebagai sumber belajar oleh guru dan siswa?
(5) Bagaimana kondisi prasarana belajar yang ada?
(6) Adakah sarana pendukung belajar lainnya? (jaringan sekolah dan masyarakat, jaringan antarsekolah, jaringan sekolah dengan pusat-pusat informasi)
(7) Bagaimana kondisi iklim belajar yang ada saat ini?
Mutu pendidikan dapat ditingkatkan dengan melakukan serangkaian pembenahan terhadap segala persoalan yang dihadapi. Pembenahan itu dapat berupa pembenahan terhadap kurikulum pendidikan yang dapat memberikan kemampuan dan keterampilan dasar minimal, menerapkan konsep belajar tuntas dan membangkitkan sikap kreatif, demokratis dan mandiri. Perlu diidentifikasi unsur-unsur yang ada di daerah yang dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi proses peningkatan mutu pendidikan, selain pemerintah daerah, misalnya kelompok pakar, paguyuban mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat daerah, perguruan tinggi, organisasi massa, organisasi politik, pusat penerbitan, studio radio/TV daerah, media masa/cetak daerah, situs internet, dan sanggar belajar.

E. LEARNING TO LIVE TOGETHER
Violence terlalu sering mendominasi kehidupan di dunia kontemporer, membentuk kontras yang menyedihkan dengan harapan yang beberapa orang telah mampu menempatkan dalam kemajuan manusia. Sejarah manusia terus-menerus telah terluka oleh konflik, tetapi risiko tinggi oleh dua unsur-unsur baru. Pertama, ada potensi luar biasa penghancuran diri yang diciptakan oleh manusia di abad kedua puluh. Kemudian, kita memiliki kemampuan media baru untuk menyediakan seluruh dunia dengan informasi dan laporan unverifiable konflik yang berkelanjutan. Opini publik menjadi pengamat tak berdaya atau bahkan seorang sandera dari mereka yang memulai atau mempertahankan konflik. Hingga saat ini pendidikan belum mampu berbuat banyak untuk mengurangi situasi ini.
Sementara gagasan pengajaran non-kekerasan di sekolah-sekolah ini tentunya patut dipuji, tampaknya cukup memadai jika kita melihat apa yang benar-benar terlibat. Tantangannya adalah sulit karena orang memiliki kecenderungan alami melebih-lebihkan kemampuan mereka sendiri atau mereka dari kelompok mana mereka berasal dan untuk menghibur prasangka terhadap orang lain. Selain itu, iklim persaingan umum yang berlaku baik dalam perekonomian domestik dan internasional cenderung untuk mengubah daya saing dan kesuksesan pribadi ke nilai-nilai modern. Bahkan, daya saing ini kini diterjemahkan ke dalam perang ekonomi yang tak kenal lelah dan ketegangan antara kaya dan miskin yang menghancurkan negara terpisah dan dunia dan memperburuk persaingan bersejarah. Sayangnya, dengan penafsiran yang salah tentang apa yang dimaksud dengan persaingan, pendidikan kadang-kadang membantu untuk mempertahankan keadaan ini.
Pengalaman menunjukkan bahwa tidaklah cukup untuk mengatur kontak dan komunikasi antara orang-orang yang bertanggung jawab untuk datang ke dalam konflik untuk mengurangi risiko ini (misalnya, di antar-ras atau antar-sekolah kelompok keagamaan). Jika kelompok-kelompok yang berbeda adalah pesaing atau jika mereka tidak mempunyai status yang sama di wilayah geografis yang sama, kontak tersebut mungkin memiliki efek berlawanan dengan yang diinginkan - mungkin membawa ketegangan tersembunyi dan merosot menjadi peluang untuk konflik. Jika, di sisi lain, kontak semacam ini diselenggarakan dalam pengaturan egaliter dan tujuan umum dan proyek-proyek yang dikejar, prasangka dan permusuhan laten dapat memberi jalan kepada yang lebih santai bentuk kerjasama, atau bahkan persahabatan.
Maka dapat kami simpulkan, akan tampak bahwa pendidikan harus mengadopsi dua pendekatan yang saling melengkapi. Dari anak usia dini, harus fokus pada penemuan orang lain dalam tahap pertama pendidikan. Pada tahap kedua pendidikan dan dalam pendidikan seumur hidup, itu harus mendorong keterlibatan dalam proyek-proyek umum. Hal ini tampaknya menjadi cara yang efektif untuk menghindari konflik atau menyelesaikan konflik laten.
Salah satu tugas pendidikan adalah baik untuk mengajar siswa dan mahasiswa tentang keragaman manusia dan untuk menanamkan dalam diri mereka kesadaran akan persamaan dan saling ketergantungan antara semua orang. Dari awal masa kanak-kanak, sekolah harus merebut setiap kesempatan untuk mengejar ini bercabang dua pendekatan. Beberapa subjek meminjamkan diri untuk ini, geografi manusia dalam pendidikan dasar, bahasa asing dan sastra di kemudian hari.
Selain itu, apakah pendidikan ini disediakan oleh keluarga, masyarakat atau sekolah, anak-anak harus diajarkan untuk memahami reaksi orang lain dengan melihat sesuatu dari sudut pandang mereka. Mana semangat empati ini didorong di sekolah, ia memiliki efek positif pada orang-orang muda 'perilaku sosial selama sisa hidup mereka. Sebagai contoh, mengajar anak-anak untuk melihat dunia melalui mata etnis lain atau kelompok-kelompok agama adalah suatu cara untuk menghindari beberapa kesalahpahaman yang menimbulkan kebencian dan kekerasan di antara orang dewasa.
Dengan demikian, kami menyimpulkan bahwa mengajar sejarah agama atau adat istiadat dapat menyediakan alat referensi yang berguna untuk membentuk perilaku masa depan. Terakhir, pengakuan terhadap hak-hak orang lain tidak boleh membahayakan dengan cara anak-anak dan kaum muda yang diajarkan. Guru yang begitu dogmatis bahwa mereka menahan rasa penasaran atau kritik sehat, bukan mengajar murid-muridnya bagaimana cara untuk terlibat dalam perdebatan dapat melakukan lebih banyak ruginya daripada kebaikan. Lupa bahwa mereka menempatkan diri di seberang sebagai model, mereka mungkin, karena sikap mereka, menimbulkan kerugian seumur hidup murid-murid mereka dalam hal yang terakhir keterbukaan pada orang lain dan kemampuan mereka untuk menghadapi ketegangan yang tak terelakkan antara individu-individu, kelompok dan bangsa. Salah satu alat yang penting untuk pendidikan di abad dua puluh satu akan cocok forum dialog dan diskusi.


DAFTAR PUSTAKA

 Sutikno, Sobri M. 2008. “Belajar dan Pembelajaran”. Bandung: Prospect.
 Uus Ruswandi, A. Heris Hermawan, Nurhamzah. 2008. ”Landasan Pendidikan”. Bandung: Insan Mandiri.
 http://www.idonbiu.com/2009/05/pengertian-pakem.html
 http://mbahbrata-edu.blogspot.com/2008/09/apa-itu-pakem.html
 http://www.infoskripsi.com/Article/Quantum-Learning.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar